Kamis, 22 November 2012

KEUTAMAAN PUASA 10 MUHARROM


AYO BERPUASA PADA 10 MUHARROM
 

Dari Ibnu Abbas r.a berkata Rasulullah S.A.W bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa pada hari Aasyura (10 Muharram) maka Allah S.W.T akan memberi kepadanya pahala 10,000 malaikat dan sesiapa yang berpuasa pada hari Aasyura (10 Muharram) maka akan diberi pahala 10,000 orang berhaji dan berumrah, dan 10,000 pahala orang mati syahid, dan barang siapa yang mengusap kepala anak-anak yatim pada hari tersebut maka Allah S.W.T akan menaikkan dengan setiap rambut satu darjat. Dan sesiapa yang memberi makan kepada orang yang berbuka puasa pada orang mukmin pada hari Aasyura, maka seolah-olah dia memberi makan pada seluruh ummat Rasulullah S.A.W yang berbuka puasa dan mengenyangkan perut mereka".
Lalu para sahabat bertanya Rasulullah S.A.W: "Ya Rasulullah S.A.W, adakah Allah telah melebihkan hari Aasyura daripada hari-hari lain?". Maka berkata Rasulullah S.A.W: "Ya, memang benar, Allah Taala menjadikan langit dan bumi pada hari Aasyura, menjadikan laut pada hari Aasyura, menjadikan bukit-bukit pada hari Aasyura, menjadikan Nabi Adam dan juga Hawa pada hari Aasyura, lahirnya Nabi Ibrahim juga pada hari Aasyura, dan Allah S.W.T menyelamatkan Nabi Ibrahim dari api juga pada hari Aasyura, Allah S.W.T menenggelamkan Fir'aun pada hari Aasyura, menyembuhkan penyakit Nabi Ayyub a.s pada hari Aasyura, Allah S.W.T menerima taubat Nabi Adam pada hari Aasyura, Allah S.W.T mengampunkan dosa Nabi Daud pada hari Aasyura, Allah S.W.T mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman juga pada hari Aasyura, dan akan terjadi hari kiamat itu juga pada hari Aasyura!".



Keistimewaan 10 MUHARRAM antara lain,
  • Penciptaan Langit dan Bumi,
  • Penciptaan Matahari
  • Penciptaan hujan pertama kali
  • Nabi Adam lahir
  • Nabi adam dan hawa bertemu dipadang arafah.
  • Nabi Ibrahim lahir
  • Nabi Isa lahir
  • Nabi Isa diangkat kelangit ketika akan di salip oleh kaumnya.
  • Nabi Adam dikeluarkan dari surga
  • Nabi Musa di selamatkan dari kejaran tentara firaun di laut merah.
  • Nabi Idris diangkat kelangit.
  • Nabi Sulaiman diangkat jadi nabi dan raja.
  • Nabi Yunus dikeluarkan dari perut ikan paus.
  • Nabi Yusuf dikeluarkan dari penjara mesir.
  • Nabi Ayyub sembuh dari penyakitnya yang di deritanya selama 18 TH, ia menderita penyakit kulit yang parah.

Senin, 19 November 2012

TERAPI OKUPASI UNTUK ANAK HIPERAKTIF




A.    Pengertian Hiperaktif
Keadaan anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif telah banyak dikeluhkan orang tua maupun masyarakat dan keluhan ini terus meningkat. Gangguan hiperaktif sesungguhnya sudah dikenal sejak sekitar tahun 1900 di tengah dunia medis. Pada perkembangan selanjutnya mulai muncul istilah ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity disorder). Untuk dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif, harus ada tiga gejala utama yang nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif.
1.      Inatensi
Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain.
2.      Hiperaktif
Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik.
3.      Impulsif
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
 Anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif termasuk gangguan bersifat akut yang mulai muncul pada masa kanak-kanak. Akibat dari gangguan pemusatan perhatian dan iperaktif ini sangat beragam. Jika jenis gangguan ini tidak teridentifikasi dan tidak tertangani maka mereka akan mempunyai resiko tinggi mengalami hambatan kemampuan belajar, menurunnya tingkat kepercayaan diri, problem-problem social, kesulitan-kesulitan dalam keluarga dan problem lain yang mengalami efek panjang.
Cirri utama anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif adalah adanya kecenderungan untuk berpindah dari suatu kegiatan ke kegiatan yang lain tanpa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan, tidak dapat berkonsentrasi dengan baik bila mengerjakan suatu yugas yang menuntut keterlibatan suatu fungsi kognitif, serta tampak adanya kegiatan yang tidak beraturan, berlebihan dan bahkan mengacau.s

Dampak Ketunarunguan terhadap Perkembangan Individu



Di antara dampak utama ketunarunguan pada perkembangan anak adalah dalam bidang bahasa dan ujaran (speech). Kita perlu membedakan antara bahasa (sistem utama yang kita pergunakan untuk berkomunikasi) dan ujaran (bentuk komunikasi yang paling sering dipergunakan oleh orang yang dapat mendengar). Besar atau kecilnya hambatan perkembangan bahasa dan ujaran anak tunarungu tergantung pada karakteristik kehilangan pendengarannya. Hambatan tersebut dapat mengakibatkan kesulitan dalam belajar di sekolah dan dalam berkomunikasi dengan orang yang dapat mendengar/berbicara sehingga berdampak pada perkembangan sosial dan keragaman pengalamannya. Ini karena sebagian besar perkembangan sosial masyarakat didasarkan atas komunikasi lisan, begitu pula perkembangan komunikasi itu sendiri, sehingga gangguan dalam proses ini (seperti terjadinya gangguan pendengaran), akan menimbulkan masalah.

A. Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu

Telah dikemukakan di atas bahwa dalam banyak hal dampak yang paling serius dari ketunarunguan yang terjadi pada masa prabahasa terhadap perkembangan individu adalah dalam perkembangan bahasa lisan, dan akibatnya dalam kemampuannya untuk belajar secara normal di sekolah yang sebagian besar didasarkan atas pembicaraan guru, membaca dan menulis. Seberapa besar masalah yang dihadapi dalam mengakses bahasa itu bervariasi dari individu ke individu. Ini tergantung pada parameter ketunarunguannya, lingkungan auditer, dan karakteristik pribadi masing-masing anak, tetapi ketunarunguan ringan pada umumnya menimbulkan lebih sedikit masalah daripada ketunarunguan berat.

1. Perkembangan Membaca

Banyak penelitian yang dilakukan selama 30 tahun terakhir ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan membaca anak tunarungu berada beberapa tahun di bawah anak sebaya/sekelasnya dan bahwa bahasa tulisnya sering mengandung sintaksis yang tidak baku dan kosakata yang terbatas.
Terdapat bukti yang jelas bahwa berdasarkan tes prestasi membaca yang baku, skor anak-anak tunarungu secara kelompok berada di bawah norma anak-anak yang dapat mendengar, meskipun beberapa di antara mereka memperoleh skor normal untuk tingkat usia dan kelasnya.
Sejumlah penelitian telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh Pusat Asesmen dan Studi Demografik di Gallaudet University di Washington DC. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Gentile (1973), yang mengetes lebih dari 16.000 siswa tunarungu dengan Stanford Achievement Test. Dia menemukan bahwa pada usia enam tahun skornya adalah ekuivalen dengan kelas 1,6, naik terus secara perlahan hingga menjadi ekuivalen dengan kelas 4,4 pada usia 19 tahun; kenaikan hanya sebesar 2,8 kelas selama 13 tahun.
Temuan yang hampir sama dilaporkan di Inggris oleh Conrad (1979), yaitu bahwa mean usia baca anak-anak tunarungu tamatan pendidikan dasar adalah nine tahun 4 bulan, yang berkisar dari 10 tahun 4 bulan untuk tunarungu sedang hingga 8 tahun 3 bulan untuk tunarungu sangat berat.
Data dari Australia juga serupa. Ditemukan bahwa 66% dari sampel siswa tunarungu usia 11 tahun di negara-negara bagian Australia sebelah timur menunjukkan usia baca lebih dari 4 tahun di bawah usia kalendernya (Ashman & Elkins, 1994).
Di Selandia Baru, VandenBerg (1971) menemukan bahwa dari semua siswa SLB bagi tunarungu yang berusia hingga 14 tahun, tidak ada yang mencapai usia baca di atas 11 tahun.
Data di atas tampak menunjukkan bahwa anak tunarungu mengalami kesulitan dalam membaca dan bahwa mereka semakin tertinggal oleh sebayanya yang dapat mendengar di kelas-kelas yang lebih tinggi di mana materi bacaan yang harus dibacanya semakin kompleks. Akan tetapi, Moores (1987) mengemukakan penjelasan lain untuk hasil penelitian tersebut. Sebagian besar penelitian itu dilakukan secara cross‑sectional, tidak mengikuti kemajuan siswa yang sama dan mengetesnya setiap tahun, sehingga mungkin bahwa tingkat kecacatan yang berbeda pada tahun yang berbeda akan mempengaruhi hasil tes itu, dan bahwa pemindahan siswa yang berkemampuan lebih tinggi ke sekolah reguler menyebabkan siswa ini tidak tercakup dalam survey sehingga hasil tes pada usia yang lebih tinggi skor rata-ratanya menurun.
Satu penelitian oleh Allen (1986) mengatasi persoalan ini dengan melihat data dari hasil Stanford Achievement Test terhadap populasi tunarungu (kategori Hearing‑Impaired) pada tahun 1974 dan 1983. Skor tersedia dari usia 8 hingga 18 tahun, dan dia menemukan bahwa dari tahun 1974 hingga 1983 skor membaca sampel tunarungu itu meningkat setiap tahun.
Walker dan Rickards (1992) di Victoria, Australia, juga telah memperoleh data yang menunjukkan bahwa anak tunarungu tertentu lebih baik hasilnya pada tes baku prestasi membaca daripada yang dilaporkan sebelumnya.
Terus meningkatnya skor tes membaca anak tunarungu ini mungkin disebabkan oleh metode pengajaran membaca yang lebih baik. Argumen ini didukung oleh Ewoldt (1981) yang menemukan bahwa proses yang dipergunakan oleh anak tunarungu dalam membaca sama dengan yang dipergunakan oleh anak yang dapat mendengar, dan bahwa bila membaca mereka ditelaah menggunakan teknik yang tepat, ternyata mereka dapat lebih banyak memahami apa yang dibacanya.

2. Bahasa tulis

Dalam hal bahasa tulis, terdapat juga cukup banyak bukti bahwa anak tunarungu mengalami kesulitan untuk mengekspresikan dirinya secara tertulis. Dalam beberapa penelitian yang berfokus pada ketepatan sintaksis bahasa Inggris tertulis anak tunarungu, ditemukan bahwa mereka cenderung menggunakan banyak frase yang sama secara berulang-ulang dalam kalimat sederhana, lebih sedikit kalimat majemuk, dan mereka membuat banyak kesalahan kecil dalam penggunaan tenses, kata bilangan, penggunaan kata ganti dan kata penunjuk, dll. Menjelang usia 12 tahun, mereka cenderung dapat menguasai penulisan kalimat-kalimat sederhana, tetapi bila mereka mencoba menulis kalimat yang lebih kompleks, kesalahan-kesalahan kecil muncul lagi. Akan tetapi, belum ada laporan hasil penelitian tentang tingkat keterbacaan tulisan anak tunarungu, tetapi jika penyimpangan-penyimpangan dalam sintaksis diabaikan, bahasa tulis kebanyakan anak tunarungu dapat dimengerti dengan mudah, sehingga penggunaan bahasa tulisnya (yang sering mereka pergunakan untuk berinteraksi dengan orang yang dapat mendengar) biasanya dapat memungkinkan mereka berfungsi dengan cukup baik dalam kehidupan sehari-hari.
Perlu juga diketahui bahwa terdapat sejumlah orang tunarungu, termasuk yang ketunarunguannya berat sekali, yang dapat mencapai tingkat kemampuan membaca dan menulis yang normal.

3. Ujaran (Speech)

Banyak penelitian yang telah dilakukan tentang keterpahaman ujaran anak tunarungu pada berbagai tingkatan ketunarunguannya. Keterpahaman ujaran individu tunarungu bervariasi dari hampir normal hingga tak dapat dipahami sama sekali, kecuali oleh mereka yang mengenalnya dengan baik.
Hasil penelitian yang terkenal adalah yang dilakukan oleh Hudgins dan Numbers (1942), yang menganalisis ujaran 192 anak tunarungu berat dan berat sekali. Mereka menemukan bahwa kekurarngan dalam ujaran anak-anak ini adalah dalam hal ritme dan pemengalan frasa, suaranya agak monoton dan tidak ekspresif, dan tidak dapat menghasilkan warna suara yang alami. Mereka juga menemukan bermacam-macam kesalahan artikulasi pada bunyi-bunyi ujaran tertentu (kesalahan artikulasi vokal biasanya lebih sering daripada konsonan). Hudgins dan Numbers menemukan bahwa kurang dapat dipahaminya ujaran individu tunarungu itu lebih banyak diakibatkan oleh tidak normalnya ritme dan pemenggalan frasa daripada karena kesalahan artikulasi.

Terdapat tiga cara utama individu tunarungu mengakses bahasa, yaitu dengan membaca ujaran, dengan mendengarkan (bagi mereka yang masih memiliki sisa pendengaran yang fungsional), dan dengan komunikasi manual, atau dengan kombinasi ketiga cara tersebut.

a. Mengakses Bahasa Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)

Hanya sekitar 50% bunyi ujaran bahasa Inggris dapat terlihat pada bibir (Berger, 1972). Di antara 50% lainnya, sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau jauh di bagian belakang mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang pada bibir tampak sama sehingga pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi apa yang dilihatnya. Hal ini sangat menyulitkan bagi mereka yang ketunarunguannya terjadi pada masa prabahasa. Seseorang dapat menjadi pembaca ujaran yang baik bila ditopang oleh pengetahuan yang baik tentang struktur bahasa sehingga dapat membuat dugaan yang tepat mengenai bunyi-bunyi yang "hilang" itu. Jadi orang tunarungu yang bahasanya normal biasanya merupakan pembaca ujaran yang lebih baik daripada tunarungu prabahasa, dan bahkan terdapat bukti bahwa orang non-tunarungu tanpa latihan dapat membaca bibir lebih baik daripada orang tunarungu yang terpaksa harus bergantung pada cara ini (Ashman & Elkins, 1994).

b. Mengakses Bahasa Melalui Pendengaran

Meskipun dalam lingkungan auditer terbaik, jumlah bunyi ujaran yang dapat dikenali oleh tunarungu berat secara cukup baik untuk memungkinkannya memperoleh gambaran yang lengkap tentang struktur sintaksis dan fonologi bahasa itu terbatas. Tetapi ini tidak berarti bahwa penyandang ketunarunguan yang berat sekali tidak dapat memperoleh manfaat dari bunyi yang diamplifikasi. Yang menjadi masalah besar dalam hal ini adalah bahwa individu tunarungu jarang dapat mendengarkan bunyi ujaran dalam kondisi optimal. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan individu tunarungu tidak dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari alat bantu dengar yang dipergunakannya. Di samping itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar alat bantu dengar yang dipergunakan individu tunarungu itu tidak berfungsi dengan baik akibat kehabisan batrai dan earmould yang tidak cocok.

c. Mengakses Bahasa Melalui Isyarat Tangan

Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa bahasa isyarat yang baku memberikan gambaran lengkap tentang bahasa kepada tunarungu, sehingga mereka perlu mempelajarinya dengan baik. Akan tetapi tidak semua siswa tunarungu menggunakan bahasa isyarat, terutama yang pengajarannya menggunakan metode oral/aural.

B. Bahasa dan Kognisi

Hal yang telah lama diperdebatkan dalam bidang pendidikan bagi anak tunarungu adalah apakah ketunarunguan mengakibatkan kelambatan dalam perkembangan kognitif dan/atau perbedaan dalam struktur kognitif (berpikir) individu tunarungu; ini mungkin karena dampaknya terhadap perkembangan bahasa. Sekurang-kurangnya sejak masa Aristotle, orang tunarungu dianggap sebagai tidak mampu bernalar. Pada zaman modern argumen ini mulai dengan munculnya gerakan pengetesan inteligensi selama dan sesudah Perang Dunia I. Dalam tes kelompok yang menggunakan kertas dan pensil yang dilakukan oleh Rudolf Pintner dan lain-lain, dan kemudian dengan tes inteligensi individual, pada umumnya menemukan bahwa subyek tunarungu sangat rendah dalam inteligensinya, dengan IQ rata-rata pada kisaran 60-an atau bahkan 50-an. Akan tetapi, kemudian disadari bahwa meskipun skor tes yang rendah itu dapat mencerminkan adanya defisit bahasa pada individu tunarungu dan akibatnya sering berkurang pula pengetahuannya tentang hal-hal yang ditanyakan dalam tes IQ, tetapi skor tersebut belum tentu mencerminkan kapasitas individu tunarungu yang sesungguhnya bila masalah bahasanya dapat diatasi. Perkembangan alat-alat tes sesudah Perang Dunia II yang memisahkan antara elemen verbal dan kinerja (performance) dalam item-item tes inteligensi, menunjukkan bahwa meskipun rata-rata skor tes verbalnya sekitar 60, yang mencerminkan defisit bahasa testee, tetapi skor rata-rata hasil tes kinerjanya pada umumnya berada pada kisaran normal, baik dalam mean-nya maupun distribusinya, bila subyek tunarungu itu tidak menyandang ketunaan lain. Akan tetapi, kini terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah populasi tunarungu yang menyandang ketunaan tambahan, sebagai akibat dari meningkatnya kemajuan dalam bidang kedokteran, sehingga bayi tunarungu yang menyandang ketunagandaan dapat bertahan hidup (Moores, 1987). Akibatnya, secara kelompok, skor tes inteligensi individu tunarungu menjadi lebih rendah.
Akhir-akhir ini, minat para ahli bergeser dari masalah tingkat rata-rata inteligensi individu tunarungu secara umum serta distribusinya ke masalah struktur kognitifnya dan ke masalah apakah berpikir itu dapat dilakukan tanpa bahasa. Yang paling menonjol dalam bidang ini adalah Hans Furth, yang karyanya dituangkan dalam bukunya yang berjudul Thinking Without Language (1966). Sebagai hasil dari banyak penelitian yang dilakukannya, Furth menyimpulkan bahwa defisit bahasa tidak merintangi orang tunarungu untuk berpikir secara normal, karena bila dia mengontrol pengaruh bahasa terhadap sejumlah besar tugas kognitif, ditemukannya bahwa kinerja subyek tunarungu sedikit sekali perbedaannya dengan sebayanya yang non-tunarungu. Jika perbedaan itu muncul, dia berpendapat bahwa hal itu diakibatkan oleh kurangnya pengalaman atau tidak dikenalnya tugas-tugas atau konsep-konsep yang diujikan, bukan karena defisit kognitif secara umum akibat ketunarunguan dan/atau akibat defisit bahasa. Furth dan rekan-rekan penelitinya menunjukkan bahwa ketunarunguan semata tidak berpengaruh terhadap penalaran, ingatan ataupun variabel-variabel kognitif lainnya.
Oleh:

Senin, 24 September 2012

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT MELALUI MEDIA RODA BILANGAN PADA SISWA TUNARUNGU KELAS VI DI SLB-B PERTIWI KOTA MOJOKERTO



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan perkembangan budi daya manusia. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Kemajuan  pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini pun  dilandasai oleh perkembangan matematika.
Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB )merupakan dasar bagi penerapan konsep matematika pada jenjang berikutnya. Konsekwensinya dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB )harus mampu menata dan meletakkan dasar  penalaran siswa yang dapat membantu mamperjelas menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan kemampuan berkomunikasi dengan bilangan dan simbol-simbol, serta lebih mengembangkan sikap logis, kritis, cermat, disiplin, terbuka, optimis, dan menghargai matematika.
Namun demikian perkembangan pembelajaran matematika pada jenjang Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB ) dewasa ini masih  memprihatinkan sekali. Indikasi faktualnya adalah  sangat buruknya minat dan prestasi siswa. Matematika menjadi suatu mata pelajaran yang sangat menakutkan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh edukasi yang kurang menyenangkan. “Pengalaman kurang menyenangkan ini berasal dari suasana belajar mengajar matematika di kelas. Metode yang diterapkan guru terlalu mekanistik dan satu arah saja” (Elen Fredman dalam Sumarjono, 2003 : 27).
Berdasarkan data keberadaannya, dalam mengajarkan matematika didominasi oleh proses belajar mengajar dengan menggunakan latihan-latihan yang terdapat di buku-buku teks. Kita mengenal Manajemen Barbasis Sekolah (MBS), Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Quantum Teaching, Life Skill, Contextual Teaching and Learning (CTL), Pakem dan masih banyak yang lainnya merupakan upaya pembelajaran yang sedang populer diterapkan para pengajar dalam upayanya meningkatkan kualitas pembalajaran. Sayangnya pembaharuan ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga tidak mampu menyelesaikan akar dari permasalahan. Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan dasar bertujuan untuk meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Pembaharuan pembelajaran sudah sangat baik untuk sebuah harapan perbaikan mutu pendidikan. Namun demikian kelemahan dalam penerapannya adalah guru sebagai pengajar masih miskin improvisasi. Langkah-langkah inovasi pembelajaran harus didukung pula oleh inovasi penggunaan alat peraga yang dapat  menarik dan  menantang siswa dalam pencapaian taksonomi pembelajaran.
Penulis mencoba mencari alternatif dari   model pembelajaran yang dapat mengatasi kesulitan dengan kolaborasi penggunaan alat peraga (media pembelajaran) yang menarik sebagai tuntutan profesionalisme menghadapi perkembangan dunia pendidikan dalam sebuah tindakan nyata di lapangan (in action)  dan menyusunnya menjadi sebuah karya tulis yang berjudul “Peningkatan Pemahaman Konsep Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat melalui Media Roda Bilangan pada Siswa Tunarungu Kelas VI di SLB-B PERTIWI Kota Mojokerto

B.     Ruang Lingkup
   Dalam upaya memecahkan masalah tentang kurangnya minat dan rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran  matematika khususnya dalam menanamkan konsep dasar operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, ruang lingkup pada tulisan ini adalah “Peningkatan Pemahaman Konsep Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat melalui Media Roda Bilangan pada Siswa Tunarungu Kelas VI di SLB-B PERTIWI Kota Mojokerto      

C.    Tujuan Penelitian
   Tujuan penelitian yang penulis susun adalah sebagai berikut :
1.      Meningkatkan kualitas pembelajaran Matematika yang lebih kondusif dan efektif.
2.      Meningkatkan motivasi dan minat peserta didik dalam belajar Matematika khususnya pada materi operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
3.      Mengembangkan model dan media  pembelajaran yang menyenangkan dan  bermakna sehingga tercapainya kompetensi matematika yang diharapkan.

D.    Manfaat Penelitian
   Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1.      Siswa
a.       Meningkatkan minat siswa.dalam mempelajari matematika.
b.      Berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
c.       Meningkatkan interaksi siswa dalam pembelajaran.
d.      Meningkatkan prestasi belajar
2.      Guru
a.       Meningkatkan profesionalisme guru dalam memberikan pelayanan terhadap anak didik.
b.      Meningkatkan kreativitas  pembelajaran yang inovatif dan berkualitas.
c.       Melatih diri untuk selalu peka terhadap permasalahan yang berkaitan dengan tugas pembelajaran.
3.       Sekolah
a.       Memberikan kontribusi mutu pendidikan siswa terutama dalam pembelajaran matematika.
b.      Menambah literatur model pembelajaran dan alat peraga untuk dapat dikembangkan dalam upaya menciptakan pembelajaran yang kooperatif.
c.       Menciptakan kondisi yang kondusif sebagai lembaga formal pendidikan dalam masyarakat.
4.      Pengembangan Mutu Pendidikan
a.       Memberikan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar yang sering terjadi dalam pengembangan mutu pendidikan.
b.      Meningkatkan peran secara nyata dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan.

E.     Sajian Definisi
Sajian definisi diperlukan untuk memudahkan pembaca dalam memahami istilah-istilah yang terdapat dalam penulisan ini. Adapun sajian definisi yang penulis susun, sebagai berikut.
Konsep dasar adalah rancangan atau ide atau pengertian yang menjadi landasan atau pokok.
Papan berarti kayu (triplek) yang lebar dan tipis (Sri Sukersi, 1990 : 647).
Roda bilangan adalah alat peraga berupa papan yang dipotong melingkar dengan 61 bagian nomor meliputi:
1.      angka positif 1 sampai positif 30
2.      angka negative 1 sampai negative 30
3.      angka 0
4.      1 baris kosong
dengan tujuan sebagai media pembelajaran yang dapat memudahkan siswa tunarungu kelas VI dalam memahami konsep dasar operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
“Metode adalah cara guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu” (Subyekti , 2004 : 9).












BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kerangka Konseptual



 






























A.    PENGARUH KETUNARUNGUAN TERHADAP PERKEMBANGAN

Menurut Moores (dalam Somad dan Hernawati, 1996:27) menyatakan bahwa orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB ISO atau lebih sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau menggunakan alat bantu mendengar.

Maksudnya adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagain atau seluruh alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks. 
      Dimana dampak ketunarunguannya berpengaruh dalam hal berikut ini, antara lain:
1.     Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu
Perkembangan bahasa secara umum diawali dengan kemampuan mendengar, bayi yang lahir dengan pendengaran yang normal akan memberikan reaksi moro (gerakan memeluk) apabila mendengar suara yang mengagetkan, hal ini sampai usia 2 bulan. Pada usia 2-5 bulan bayi akan mengeluarkan suara-suara dalam perkembangan bahasa ini disebut masa babbling sound, ini terjadi baik pada bayi yang normal maupun yang tuli, pada usia 5-6 bulan akan nampak bahwa babbling sound ini akan meningkat dengan derajat yang sama baik pada anak tuli maupun pada anak normal.
Menurut Sumarwan (dalam Purbaningrum, 2005) hal tersebut bukan karena bayi mampu mendengar kemudian menirukan suara-suara tersebut, tetapi babbling ini merupakan respon refleksi terhadap mimik atau perangai muka ibu atau orang lain yang ada di dekatnya. Baru setelah usia 6 bulan proses menirukan bunyi terjadi pada yang normal pendengarannya.

Sedangkan pada anak tunarungu sejak lahir proses menirukan bunyi tidak terjadi karena anak tidak pernah mendengar. Dengan demikian yang terjadi pada anak tunarungu hanya sampai pada masa babbling saja dan lambat laun akan hilang karena tidak diikuti dengan masa meniru.
Proses penguasaan bahasa ATR akan terjadi bila mereka mendapat bimbingan khusus, bila tidak anak akan mengalami gangguan fungsi mental lainnya. Dalam segi bahas anak tunarungu pada umumnya mempunyai ciri-ciri yang khas sebagai berikut : (1) Miskin dalam kosa kata, (2) Sulit memahami kalimat-kalimat yang panjang dan berhubungan, (3) Sulit memahami ungkapan-ungkapan yang mengandung arti kiasan atau kata-kata yang abstrak dan (4) Sulit menguasai irama dan gaya bahasa.

2.       Perkembangan Intelegensi Anak Tunarungu
Keterbatasan anak tunarungu dalam mendengar dan terhambatnya perkembangan bahasa anak menyebabkan terbatasnya informasi yang diterima, hal ini dapat menghambat dalam abstraksi sehingga dapat menghambat dalam pencapaian pengetahuan yang lebih luas.
Menurut Cruickshank (dalam Purbaningrum, 2005) menyatakan anak-anak tunarungu sering memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang-kadang tampak terbelakang.

Hal ini disebabkan derajat gangguan pendengaran yang dialami, akan tetapi juga dipengaruhi oleh potensi kecerdasan yang dimilikinya, rangsangan mental serta dorongan dari lingkungannya yang memberi kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan kecerdasannya.
Myklebust menyatakan bahwa anak tunarungu tidak kurang cerdas dibandingkan dengan anak normal, tetapi karena kemampuan persepsi dan mengolah konsep kurang sempurna, ATR gagal berkembang secara normal (dalam Purbaningrum, 2005).

Mereka melaksanakan tugas-tugas kognisi dan memecahkan masalah sebagaimana anak normal, walaupun secara umum perkembangan bahasa mereka agak terbelakang dan sebagian terlambat di sekolah. Mereka tergantung pada symbol non-verbal (misalnya : benda, gambar) dalam berpikir dan memecahkan persoalan.


3.       Perkembangan Kepribadian Anak Tunarungu
Tidak berfungsinya pendengaran pada anak tunarungu dapat mengakibatkan terbatasnya anak dalam mempersepsi rangsangan emosional seperti rasa senang, sedih dan marah, dan sebagainya dan juga ketidakmapuan anak tunarungu menggunakan bahasa verbal, menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam mengekspresikan kehidupan emosional.
Kepribadian pada dasarnya merupakan keseluruhan sifat dan sikap manusia yang menentukan cara-caranya yang unik dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. Demikian juga dengan anak tunarungu, kondisi kepribadiannya akan dipengaruhi oleh penyesuaian diri mereka dengan lingkungannya (Sutjihati, dalam purbaningrum, 2005).

Dari uraian diatas nampaklah bahwa akibat dari gangguan pendengaran yang dialami anak tunarungu maka akan mengakibatkan dampak dalam kehidupannya yang kompleks, salah satunya adalah berdampak dalam hasil belajar matematika.

B.     Belajar
a. Pengertian Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat terdefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003.)
b. Pembelajaran
Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta siswa dengan siswa (Amin Suyitno, 2004).

c. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, di mana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau simbol (Dimyati, 2002: 200).
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam dan luar diri siswa. Faktor yang berasal dari dalam dapat berupa bakat, minat, dan semangat belajar. Sedangkan faktor yang berasal dari luar dapat berupa motivasi dan stimulasi dalam belajar.

C.    Matematika
Menurut Moeliono (Amin Suyitno, dkk, 2001), matematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk mengajarkan matematika di SD, guru perlu mengetahui dan mengerti tentang prinsip-prinsip pengajarannya. Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut:
a.       Pembelajaran dimulai dari yang sederhana menuju ke yang kompleks.
b.      Pembelajaran dimulai dari yang mudah ke yang sukar
c.       Pembelajaran dimulai dari yang konkret ke abstrak (Depdikbud Dirjen Dikti, 1994: 58).
Masalah utama dalam pembelajaran matematika adalah upaya meningkatkan efektivitas proses pembelajaran yang berpangkal pada rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa. Pengembangan metode atau teknik pembelajaran serta pemberian layanan bimbingan belajar merupakan alternative dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa.

D.    Teori Belajar Mengajar dalam Matematika,
Diantaranya dijelaskan oleh beberapa tokoh berikut ini:
1.      Menurut Piaget, perkembangan belajar anak SD melalui 4 tahap, yaitu konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak
2.      Menurut Bruner, perkembangan belajar anak melalui 3 tahap, yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik.
3.      Menurut Bruner, ada empat dalil dalam belajar matematika, yaitu dalil penyusunan, dalil notasi, dalil pengkontrasan dan keanekaragaman, serta dalil pengaitan.
4.      Menurut Dienes, objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik.
5.      Ada 6 tahap belajar menurut Dienes, yaitu:
a.       Permainan bebas
b.      Permainan yang disertai aturan
c.       Permainan kesamaan sifat
d.      Representasi
e.       Simbolisasi
f.       Formalisasi
6.      Menurut Skemp, belajar matematika melalui dua tahap. Tahap pertama adalah tahap konkret, dan tahap kedua adalah tahap abstrak.
7.      Menurut Brownell, belajar merupakan suatu proses yang bermakna, dan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan pengertian. Drill perlu diberikan juga sesudah anak memahami konsep.
8.      Menurut Skinner, ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting di dalam proses belajar.
9.      Menurut Thorndike, belajar akan lebih berhasil jika respon anak terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang dan kepuasan.
10.  Menurut Van Hiele dalam belajar geometri, anak melalui 5 tahapan, yaitu:
a.       Tahap pengenalan
b.      Tahap analisis
c.       Tahap pengurutan
d.      Deduksi
e.       Akurasi
11.  Penerapan teori-teori belajar mengajar pada pembelajaran matematika tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi perlu dikombinasikan menurut kebutuhan.



E.     Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (http://digilib.upi.edu/pasca/submitted/etd-0524107102147/unrestricted/BAB_1.pdf).
Sedangkan faktor yang mempengaruhi hasil belajar matematika yaitu: kecerdasan, usaha, bimbingan belajar, teman sebaya, dan waktu yang cukup untuk belajar.
Sedangkan menurut Nasution (2005:38), faktor yang mempengaruhi perbuatan dan hasil belajar antara lain: bakat, mutu pengajaran, kesanggupan untuk memahami pengajaran, ketekunan, waktu yang tersedia untuk belajar (http://digilib.upi.edu/pasca/submitted/etd 0524107102147/unrestricted/BAB_1.pdf).
Dari uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa apabila semua faktor yang mempengaruhi hasil belajar tidak dapat terpenuhi maka siswa tidak akan mencapai hasil belajar yang diharapkan.
Menurut Depdiknas (2003:3), “Hasil belajar (prestasi belajar) siswa yang diharapkan adalah kemampuan yang utuh yang mencakup kemampuan kognitif, kemampuan psikomotor, dan kemampuan afektif atau perilaku” (http://digilib.upi.edu/pasca/submitted/etd-0524107102147/unrestricted/BAB_1.pdf).
Oleh sebab itu, agar hasil belajar siswa dapat meningkat maka dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak tunarungu. Salah satunya dengan menerapkan pendekatan pembelajaran matematika realistik (PMR).

F.      Operasi Hitung Pada Bilangan Bulat
Operasi hitung yang telah kita kenal adalah penjumlahan,  pengurangan, perkalian dan pembagian. Operasi hitung tersebut dapat kita lakukan pada himpunan bilangan bulat.

Description: C:\Users\pia ichsan\Documents\pia\operasi-hitung-pada-bilangan-bulat_files\hal1.jpg




1.      Definisi Bilangan Bulat
Menurut Karim, dkk (1996: 179) bilangan bulat diciptakan untuk menjawab masalah seperti 3 + n = 0, 7 + n = 5 karena tidak ada bil cacah yang memenuhi sehingga pernyataan tersebut menjadi benar. Hal ini menunjukkan pengetahuan tentang bilangan cacah saja belum cukup untuk memecahkan masalah. Karena itu manusia membutuhkan pengetahuan yang lebih untuk dapat menyelesaikan permasalahan di atas yaitu dengan bilangan bulat.
Menurut Karim, dkk (1997: 180) gabungan semua bilangan cacah dan himpunan semua bilangan bulat negatif, yaitu himpunan {-5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5} disebut himpunan bilangan bulat.
Kita sudah mengenal himpunan bilangan seperti Description: C:\Users\pia ichsan\Documents\pia\operasi-hitung-pada-bilangan-bulat_files\hal3.jpg:
1.         Himpunan bilangan asli ={1, 2, 3, 4, 5, 6, ... }
2.         Himpunan bilangan cacah = { 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, .. }
Kedua jenis bilangan tersebut belum dapat digunakan untuk menyatakan hal-hal berikut, misalkan :
1.      Suhu suatu tempat yang berada di bawah nol derajat Celcius.


Misalnya, Suhu 10 o C di bawah 0o C ditulis dengan – 10 o C
Suhu 20 o C di bawah 0 o C ditulis dengan – 20 o C
Termometer
2.      Letak suatu tempat yang berada di bawah permukaan air laut pada waktu pasang. Untuk suatu tempat yang terletak di bawah permukaan air laut pada waktu pasang dinyatakan dengan tanda negatif ( - )
Description: C:\Users\pia ichsan\Documents\pia\operasi-hitung-pada-bilangan-bulat_files\hal4.jpg
Penampang Melintang Bumi

Pada gambar penampang melintang bumi, kedalaman cekungan laut adalah 80 m di bawah permukaan air laut, maka dinyatakan dengan –80 m.Maka letak paparan laut dinyatakan dengan –30 m.
3.      Menyatakan hasil pengurangan pada bilangan cacah.
Bagaimana untuk menyatakan hasil dari :
    • 4 – 6 = ..?
    • 3 – 8 = ..?
    • 8 – 12 = ..?
Untuk menyatakan hal-hal seperti tersebut di atas, maka diperlukan bilangan-bilangan bertanda negatif. Bilangan-bilangan – 1, – 2, – 3, – 4, – 5, – 6 , . . . disebut bilangan bulat negatif.
Bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, 5, 6, . . . disebut bilangan bulat positif. Himpunan bilangan bulat negatif, nol, bilangan bulat positif membentuk himpunan bilangan bulat.
Jadi himpunan bilangan bulat adalah himpunan bilangan yang terdiri dari bilangan bulat negatif, nol dan bilangan bulat positif. Himpunan bilangan Bulat (B) adalah B = { ..., - 6, -5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, ... }
Description: C:\Users\pia ichsan\Documents\pia\operasi-hitung-pada-bilangan-bulat_files\hal6.jpg
Gambar Garis Bilangan Bulat

2.      Operasi Penjumlahan dan Pengurangan pada Bilangan Bulat
Operasi hitung penjumlahan pada bilangan bulat dapat menggunakan alat bantu berupa :
1.Mistar hitung
Mistar hitung adalah alat bantu untuk menghitung penjumlahan pada bilangan bulat yang dapat dibuat sendiri dari kertas karton. Mistar hitung yang akan digunakan terdiri dari dua buah mistar dengan skala yang sama dan terdiri dari bilangan bulat, yaitu bilangan bulat negatif, nol dan bilangan bulat positif.
Description: C:\Users\pia ichsan\Documents\pia\operasi-hitung-pada-bilangan-bulat_files\hal7.jpg
2.      Garis Bilangan
Sebuah garis bilangan dapat digunakan untuk membantu penjumlahan pada bilangan bulat.
Description: C:\Users\pia ichsan\Documents\pia\operasi-hitung-pada-bilangan-bulat_files\hal8.jpg
Jika suatu bilangan dijumlah dengan bilangan bulat positif, maka arah panah ke kanan dan jika dijumlah dengan bilangan bulat negatif, maka arah panah ke kiri
Contoh :
a. 3 + 4 = 7 b. 3 + (-8) = -5
1.      Contoh :
Dengan menggunakan mistar hitung, tentukanlah hasil penjumlahan berikut :
a. 8 + (-3) = ..
Pasangkan bilangan 8 pada mistar bawah dengan bilangan 0 pada mistar atas, lalu lihat bilangan -3 pada mistar atas ternyata berpasangan dengan bilangan 5 pada mistar bawah,sehingga 8 + (-3) = 5
b. 5 + (-8) = ..
Pasangkan bilangan 5 pada mistar bawah dengan bilangan 0 pada mistar atas, lalu lihat bilangan -8 pada mistar atas ternyata berpasangan dengan bilangan -3 pada mistar bawah, sehingga 5 + (-8) = -3

2.   Contoh :
Dengan menggunakan garis bilangan, tentukanlah hasil penjumlahan berikut :
a. –3 + 5 = ..
Pada sebuah garis bilangan bulat, dimulai dari bilangan 0 buat panah ke arah bilangan –3, lalu buat lagi tanda panah ke arah kanan (positif) sejauh 5 satuan sehingga jatuh di bilangan 2, maka
-3 + 5 = 2

b. 6 + (-5) = ..
Pada sebuah garis bilangan bulat, dimulai dari bilangan 0 buat panah ke arah bilangan 6, lalu buat lagi tanda panah ke arah kiri (negatif) sejauh 5 satuan sehingga jatuh di bilangan 1, maka 6 + (-5) = 1

3.               Operasi Penjumlahan Pada Bilangan Bulat
Pada himpunan bilangan Bulat terdapat pasangan-pasangan bilangan bulat positif dan bulat negatif.
·                  5 berpasangan dengan –5, maka 5 lawan dari –5
·                  - 3 berpasangan dengan 3, maka –3 lawan dari 3
Description: C:\Users\pia ichsan\Documents\pia\operasi-hitung-pada-bilangan-bulat_files\hal13.jpg
Sehingga :
·                  Lawan (invers jumlah) dari a adalah –a
·                  Lawan (invers jumlah) dari –a adalah a
Pengurangan suatu bilangan merupakan penjumlahan bilangan itu dengan lawan pengurangnya.
Description: C:\Users\pia ichsan\Documents\pia\operasi-hitung-pada-bilangan-bulat_files\rumus_1.jpg
Contoh :
1.      Dengan menggunakan invers jumlah, tentukan hasil pengurangan bilangan-bilangan berikut :
a)                4 – 6 = .........
b)                8 – (- 2) = .........
c)                - 5 – (- 5) = ...........
d)                – 3 – 5 = ................
Jawab :
a)                4 – 6 = 4 + (-6) = -2
b)                8 – (-2) = 8 + 2 = 10
c)                -5 – (-5) = -5 + 5 = 0
d)                –3 – 5 = -3 + (-5) = - 8
2.      Tanpa menggunakan invers jumlah, tentukan hasil pengurangan bilangan-bilangan berikut :
a)                –6 – (-5) = .............
b)                –9 – 4      = .............
c)                12 – (-20) = ..........
d)                –34 – (–22) = ......
Jawab :
a)                –6 – (-5) = -1
b)                –9 – 4 = -13
c)                12 – (–20) = 32
d)                –34 – (–22) = -10

G.      Media Roda Bilangan

1.      Pengertian Media Roda Bilangan
Salah satu metode belajar matematika yang menyenangkan menggunakan media yang menyenangkan dan sesuai dengan anak, Roda bilangan adalah alat peraga berupa papan yang dipotong melingkar dengan 61 bagian nomor meliputi:
1.      angka positif 1 sampai positif 30
2.      angka negative 1 sampai negative 30
3.      angka 0
4.      1 baris kosong
dengan tujuan sebagai media pembelajaran yang dapat memudahkan siswa tunarungu kelas VI dalam memahami konsep dasar operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Selain itu, dengan media Roda Bilangan, siswa tunarungu dapat menjawab soal yang berkaitan dengan materi operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan permainan.  Dimana tujuan utama digunakannya permainan dalam pembelajaran matematika adalah untuk member motivasi kepada siswa agar siswa menjadi tenang, Sukayati (2003:14), menjelaskan bahwa permainan dalam pembelajaran matematika di sekolah bukan untuk menerangkan melainkan suatau cara atau tehnik untuk mempelajari atau membina ketrampilan dari suatau materi tertentu, secara umum cocok untuk membentu mempelajari fakta dan ketrampilan menurut Dienes, jika benda-benda atau objek dalam bentuk permainan akan berpengaruh bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.

2.      Nilai Lebih Penggunaan Media Roda Bilangan
Penggunaan Media Roda Bilangan mempunyai nilai-nilai lebih untuk peserta didik antara lain adalah :
a.       Media Roda Bilangan memberikan visualisasi yang menarik dan kreatif. Hal ini akan membuat anak lebih mudah menghitung.
b.      Dalam Roda Bilangan akan menarik minat anak. Anak tidak akan jenuh dan mereka akan bersemangat dalam memutar roda dan menghitung hasil penjumlahan dan pengurangan.
c.       Media Roda Bilangan tidak memberatkan memori otak saat digunakan.
d.      Alat yang digunakan sangat sederhana bisa membuat sendiri.

3.      Cara Menggunakan Media Roda Bilangan
Di dalam penggunaan media Roda Bilangan ini hanya digunakan untuk penjumlahan dan pengurangan  bilangan bulat satu angka dengan satu angka dibawah 30 dengan terlebih dulu mengalikan tanda sebelum melakukan penghitungan menjumlahkan atau mengurangkan bilangan. Perkalian tanda dengan ketentuan:
+   x   -  =  -
+   x  +  =  +
 -   x   -  =  +

 Dapat menjumlahkan atau mengurangkan bilangan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,  20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30 ( bagian kanan roda bilangan ) dengan bilangan -1, - 2, - 3, - 4, -5,  -6, -7, -8, -9,  -10, -11, -12,
-13, -14, -15, -16, -17, -18, -19,  -20,  -21, -22, -23, -24, -25, -26,
-27, -28, -29, -30. ( bagian kiri roda bilangan )

 




























Adapun cara penggunaannya adalah sebagai berikut:
1.      Letakkan poros pada angka 0
2.      Kalikan tanda sebelum melakukan proses penjumlahan atau pengurangan
Proses penjumlahan dan pengurangan
3.      Letakkan poros pada angka pertama yang akan diselesaikan dalam operasi hitung penjumlahan atau pengurangan
4.      Putar roda ke kanan jika menyelesaikan soal penjumlahan beberapa langkah sebanyak angka yang menjadi penjumlah
5.      Putar roda ke kiri jika menyelesaikan soal pengurangan beberapa langkah sebanyak angka yang menjadi pengurang
6.      Tuliskan hasil pada lembar jawaban

Misalnya terdapat soal  -2 - - 3 bagaimana cara  menjawabnya dengan roda bilangan?
Caranya adalah sebagai berikut:
1.      Pastikan poros terletak pada angka 0
2.      Kalikan tanda terlebih dahulu
-2 - - 3 = -2 + 3
3.      Lalu letakkan poros pada angka -2
4.      Putar ke kanan ( karena soal penjumlahan) sebanyak 3 langkah sehingga poros terletak pada angka 1
5.      1 adalah hasil penjumlahan -2 + 3
6.      Tuliskan hasil penjumlahan yang telah dikerjakan yaitu 1 dalam lembar jawaban






Misalnya terdapat soal  -5 - 11 bagaimana cara  menjawabnya dengan roda bilangan?
1.      Pastikan poros terletak pada angka 0
2.      Tanda tidak dikalikan karena tidak terdapat perkalian tanda pada soal
3.      Lalu letakkan poros pada angka -5
4.      Putar ke kiri ( karena soal pengurangan) sebanyak 11 langkah sehingga poros terletak pada angka -16
5.      -16 adalah hasil penjumlahan -5-11
6.      Tuliskan hasil penjumlahan yang telah dikerjakan yaitu -16 dalam lembar jawaban

H.    Penilaian Proses Hasil  Pembelajaran
Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran dilakukan dengan dua cara, yaitu: penilaian proses pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran.
1.      Penilaian Proses
Penilaian proses dalam teknik pembelajaran ini menjadi bagian yang sangat penting sekali, karena dalam model pembalajaran ini sarat sekali dengan aktifitas siswa. Penilaian yang dilakukan tidak hanya dari faktor penguasaan konsep saja tetapi secara utuh mencakup ranah yang lainnya dan dapat dilihat atau diukur langsung melalui proses pembelajaran.
Untuk kelengkapan penilaian ini guru harus menyiapkan instrumen pelengkapnya seperti :



a)      Format Penilaian Afektif
FORMAT PENILAIAN AFEKTIF

No.
Nama Siswa
ASPEK
PENILAIAN
jml
skor
kriteria
nilai
Ket. Aspek yang dinilai
A
B
C
D
E

1.
2.
3.
4.
5.










A.   Kesungguhan
B.    Ketelitian
C.    Tanggung jawab
D.   Disiplin
E.    Sportifitas


Keterangan
A.    Kriteria Skor
1.      =  sangat kurang
2.      =  kurang/ jarang
3.      =  cukup
4.      =  baik/ sering
5.      =  sangat baik/ sangat sering

B.     Kriteria Penilaian
18-21       =   sangat baik
14-17       =   baik
10-13       =   cukup
6-  9   =  kurang


b)      Format Penilaian Psikomotor
FORMAT PENILAIAN PSIKOMOTOR

No.
Nama Siswa
ASPEK PENILAIAN
jml
skor
kriteria
nilai
Ket. Aspek yang dinilai
A
B
C
D
E
1.
2.
3.
4.
5.










A.     Bertanya
B.     Mengemukakan Pendapat
C.     Menggunakan Alat Peraga
D.     Mentaati aturan













Keterangan 
A.    Kriteria Skor
1.      =  sangat kurang
2.      =  kurang/ jarang
3.      =  cukup
4.      =  baik/ sering
5.      =  sangat baik/ sangat sering


B.     Kriteria Penilaian
18-22       =   sangat baik
14-18       =   baik
10-14       =   cukup
6-  9   =  kurang



2.      Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar merupakan kegiatan untuk dapat mengukur sejauh mana keberhasilan proses pembelajaran telah mengantarkan anak pada penguasaan bahan ajar. Berikut ini adalah instrument-instrument yang harus dipersiapkan sebelum melaksanakan penilaian hasil belajar.
a.       Prosedur  tes :
Diadakan di akhir pembelajaran
b.      Jenis  tes :
Jenis tes yang digunakan adalah tes tertulis
c.       Bentuk tes :
Menggunakan tes berbentuk isian.
d.      Instrument  tes berupa soal-soal seperti berikut ini :













Hitunglah berapa hasil penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di bawah ini  !


1).             3 + (-6) = ....
2).             -4 + (-8) = ...
3).             6 – (-7) = ....
4).             -14 – (-10) = ....
5).             5 – 9 = ....
6).             16 + (-10) = ....
7).             -15 + (-6) = ....
8).             – 17 + 8 = ....
9).             -20 – 4 = ....
10).         -20 – (-4) = ....



e.       Kriteria Penilaian
Tiap jawaban yang benar nilainya             =  2
Skor nilai ideal 10 X 2                            =  20
Penentuan nilai akhir adalah                     =  Skor yang diperoleh X 10
                                                                                  Skor ideal


BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A.    Setting kegiatan
Siswa kelas VI di SLB-B “PERTIWI” Kota Mojokerto berjumlah 5 anak, tetapi pada saat observasi jumlah siswa yang masuk hanya 3 anak satu anak tidak masuk dikarenakan izin, dari hasil pre test yang penulis lakukan pada saat sebelum pelajaran di mulai, siswa paling banyak menjawab 2 soal dari 5 soal yang diberikan dalam waktu 10 menit.
Setting atau lokasi uji coba pembelajaran ini adalah SLB-B  PERTIWI Kota Mojokerto, Kelas VI, dengan jumlah siswa  3. Adapun data tentang siswa tersebut penulis sajikan dalam tabel di bawah ini.
                                                  Tabel 1
Daftar Siswa Kelas VI SLB-B  PERTIWI Kota Mojokerto
 Tahun Ajar 2010-2011

No
Nama Siswa
TTL
Jenis Kelamin
L
P
1
Andi Bagus Setyawan
Mojokerto 4 Agustus 1996

L

2
Andika Pribadi
Mojokerto 15 Agustus 1995

L

3
Sandi Ananta Mulya
Mojokerto 27 September 1996

L



Dari keadaan demikian maka penulis mencoba menggunakan media permainan roda bilangan bertujuan untuk memudahkan siswa dalam menyelesaiakn soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dibawah 30.
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut :
1.      Guru menunjukkan media roda bilangan
2.      Guru menunjukkan cara mengerjakan soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan dengan media roda bilangan
3.      Siswa secara bergantian mengerjakan soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan dengan media roda bilangan dengan bantuan guru
4.      Guru memberikan lembar kerja siswa sebanyak 10 soal
5.      Siswa mengerjakan lembar kerja yang dibagikan berisi 10 soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan dengan media roda bilangan
6.      Guru menganalisis hasil lembar kerja siswa
7.      Menarik kesimpulan.

Data akhir yang telah dikumpulkan penulis adalah terdapat perubahan nilai saat pre test dan post test, pada saat yang sama dalam pembelajaran berhitung perkalian dengan menggunakan media permainan puzzle angka yaitu :

Tabel 2
No
NAMA SISWA
PRE TEST
POST TEST
PERUBAHAN
1.
Andi Bagus Setyawan
30
100
+
2
Andika Pribadi
20
100
+
3
Sandi Ananta Mulya
20
90
+
Rekapitulasi Nilai Pretest-Postest Individu


Pada pre test siswa mengerjakan soal penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan cara yang telah dipergunakan oleh anak yaitu dengan garis bilangan. Setelah pembelajaran menggunakan media roda bilangan siswa dapat dengan cepat menghitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di banding sebelum menggunakan media tersebut hal ini dikarenakan sangat menariknya media operasi hitung berupa roda bilangan yang membuat siswa semangat dalam belajar. Hal ini sudah sesuai dengan tujuan digunakanya media roda bilangan tersebut

B.     Rancangan Penelitian
Menyusun rancangan penelitian merupakan hal yang harus dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan penelitian. Rancangan penelitian ini biasa disebut dengan desain penelitian. Seperti yang diungkapkan Arikunto (1998 : 44) bahwa “desain penelitian adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti sebagai ancar-ancar kegiatan yang akan dilaksanakan.
Jenis penelitian ini adalah pra eksperimen menggunakan desain penelitian one-group pretest-posttest design. Eksprimen ini dilakukan pada satu kelompok tanpa adanya kelompok pembanding. Penelitian ini dilakukan tes sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah intervensi. Tes yang dilakukan sebelum intervensi (O1) disebut pre-test. Dan tes yang dilakukan sesudah intervensi  (O2) disebut post-test. Dalam penelitian ini pre-test dilakukan untuk mengukur tingkat keterampilan motorik halus anak sebelum intervensi dan post-test dilakukan untuk mengukur tingkat keterampilan motorik halus anak sesudah intervensi. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:
O1  x  O2

(Arikunto, 2006 :  85)
      Keterangan:
      O1       : pre-test
      X         : intervensi
      O2       : post-test

     
C.    Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2008 : 60) variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1998 : 99). Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang menjadi obyek penelitian.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu:
1.      Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah media roda bilangan.
2.      Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas, yaitu pemahaman konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

D.    Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2008:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008 : 118). Arikunto (2006 : 131) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Yang menjadi populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa tunarungu kelas VI di SLB-B PERTIWI Kota Mojokerto yang berjumlah 3 anak .


E.     Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2008 : 193) mengemukakan bahwa “terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data”. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara dalam berbagai teknik. Menurut Arikunto, S (1993 : 121) “alat pengumpulan data digolongkan menjadi 2 macam yaitu tes dan non tes”. Yang dimaksud tes adalah  serentetan pertanyaan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu. Sedangkan yang dimaksud non tes adalah skala bertingkat (rating Scale, kuosioner, wawancara, observasi, dan dokumentasi).



Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Metode Observasi
Metode observasi dalam penelitian ini digunakan sebagai pendukung dalam memperoleh data dan informasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan individu dalam penelitian ini adalah anak tuangrahita sedang yang terjadi dalam kenyataan. Data-data tersebut berupa segala hal yang berkaitan dengan pemahaman konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

2.      Metode Tes
Tes adalah tehnik pengumpulan data yang berbentuk tugas, pertanyaan atau latihan dan dilakukan dengan menggunakan alat atau instrumne yang bersifat mengukur. Dalam penelitian ini menggunakan tes dalam bentuk tes tulis yang bertujuan untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat melalui media roda bilangan siswa tunarungu kelas VI di SLB-B PERTIWI Kota Mojokerto .

F.     Prosedur Penelitian
Agar penelitian dapat berjalan dengan lancar, terlebih dahulu peneliti harus mempersiapkan segala sesuatu yang berkenaan dengan jalannya proses penelitian. Persiapan tersebut antara lain:
1.   Tahap persiapan
a.       Menentukan lokasi penelitian
b.      Menyusun proposal penelitian
c.       Menyusun instrumen penelitian
d.      Mengurus surat ijin penelitian
2.   Tahap pelaksanaan penelitian
Ada beberapa tahap pelaksanaan penelitian, yaitu:
a.          Perencanaan
-          Survei tempat
Dilakukan dengan dengan tujuan untuk mengetahui adakah kesesuaian tempat penelitian dengan permasalahan penelitian. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah SLB-B PERTIWI Kota Mojokerto


-          Menyusun jadwal
Apabila tempat penelitian telah sesuai dengan permasalahan penelitian serta telah mendapat surat ijin, peneliti selanjutnya menyusun jadwal pelaksanaan penelitian. Menyusun jadwal penelitian disesuaikan dengan kegiatan belajar mengajar di lembaga tersebut.
b.         Pelaksanaan penelitian
-          Mengadakan pre tes
Dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat melalui media roda bilangan siswa tunarungu kelas VI di SLB-B PERTIWI Kota Mojokerto
-          Memberikan perlakuan
Perlakuan yang diberikan media  pembelajaran operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat melalui berupa roda bilangan Mengadakan pos tes
Pos tes ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya perubahan nilai tes setelah diberikan terapi. Selanjutnya membandingkan nilai tersebut dengan nilai tes sebelum diberikan terapi. Kemudian dapat diketahui perbedaan hasil antara pre tes - pos tes dengan menggunakan alat tes yang sama.

G.    Metode Analisis Data
Karena data yang diperoleh kuantitatif yaitu dalam bentuk bilangan, maka data yang terkumpul dari pre tes dan postes selanjunya diolah dengan menggunakan statistik non parametrik. Subyek penelitiannya kurang dari 10 orang. Rumus yang digunakan adalah rumus statistik non parametrik jenis uji tanda (sign tes) sebagai berikut:
ZH =  X - µ
              σ 

Keterangan:
ZH :  Nilai hasil pengujian statistik sign test
X   :  Hasil pengamatan langsung yakni jumlah tanda plus (+) – p (0,5)
µ    :  Mean (nilai rata-rata) : n.p
p    :  Probablitas untuk memperolah tanda (+) atau (-) = 0,5
n    : Jumlah sampel
σ    : Standart deviasi : √ n.p.q
q    : 1 – p = 0,5 (Saleh, 1986:5)

H.    Data Hasil Kegiatan
1.         Hasil Kegiatan Belajar
a.            Penilaian Afektif
Tabel 3
Rekapitulasi Nilai Afektif Individu

No
Nama Siswa
Aspek Penilaian
Jml Skor
Criteria Nilai
Ket. Aspek yang Dinilai
A
B
C
D
1
Andi Bagus Setyawan

5
5
4
4
18
Sgt. baik

A.     Bertanya
B.     Mengemukakan Pendapat
C.     Menghargai pendapat orang lain
D.     Mentaati aturan

2
Andika Pribadi
5
5
5
5
20
Sgt. baik
3
Sandi Ananta Mulya
5
4
5
5
19
Sgt. baik
Jml Nilai Rata-Rata
18.5
Sgt. baik










Tabel 4
Rekapitulasi Nilai Psikomotor Individu

No
Nama Siswa
Aspek Penilaian
Jml Skor
Criteria Nilai
Ket. Aspek yang Dinilai
A
B
C
D
1
Andi Bagus Setyawan

5
5
4
4
18
Sgt. baik

E.      Bertanya
F.      Mengemukakan Pendapat
G.     Menggunakan Alat Peraga
H.     Mentaati aturan

2
Andika Pribadi
5
5
5
5
20
Sgt. baik
3
Sandi Ananta Mulya
5
4
5
5
19
Sgt. baik
Jml Nilai Rata-Rata
18.5
Sgt. baik



      A.  Kriteria Skor
1.      =  sangat kurang
2.      =  kurang/ jarang
3.      =  cukup
4.      =  baik/ sering
5.      =  sangat baik/ sangat sering

B.     Kriteria Penilaian
18-23       =   sangat baik
14-19       =   baik
10-15       =   cukup
            6-  9   =  kurang



c.  Penilaian Hasil Ulangan Harian

Tabel 5
Rekapitulasi Nilai Ulangan Harian Siswa Kelas VI SLB-B  PERTIWI Kota Mojokerto
 Tahun Ajar 2010-2011

Mata Pelajaran                   : Matematika
Pokok Bahasan                  : Operasi Hitung Bilangan Bulat
Sub Pokok Bahasan           : Penjumlahan dan Pengurangan Bil. Bulat
Kelas/Semester                   : VI/ 1                 
Tahun Ajaran                    : 2010-2011


No
Nama Siswa
Jenis Kelamin
Hasil Ulangan
   L
P
Nilai
T / TT
1
Andi Bagus Setyawan
L

10
T
2
Andika Pribadi
L

10
T
3
Sandi Ananta Mulya
L

9
T


Keterangan : T : Tuntas        TT : Tidak Tuntas

Berdasarkan data pada tabel 5 di atas, dapat dikemukakan sebagai berikut :
a.       Jumlah siswa sebanyak 3orang dan seluruhnya hadir mengikuti ulangan.
b.      Rata-rata nilai (mean) adalah 9,20
c.       Nilai tertinggi adalah 10
d.      Nilai terendah adalah 9
e.       Ketuntasan belajar adalah 100 %

2.      Data Hasil Observasi dan Wawancara
a.      Hasil Observasi
Tabel 6
Hasil Observasi Aktivitas Siswa dan Katagori Respon Dalam Pembelajaran Matemátika

Pokok Bahasan                     : Operasi Hitung Bilangan Bulat
Sub Pokok Bahasan              : Penjumlahan dan Pengurangan Bil. Bulat
Kelas/Semester                      : VI/ 1                 
Tahun Ajaran                       : 2010-2011

NO
AKTIVITAS SISWA
PERSENTASE
RESPON SISWA
POSITIF
NEGATIF
1.
Siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran
100 %
0 %
2.
Semangat dalam belajar
80 %
20 %
3.
Minat dalam belajar
90 %
10 %
4.
Usaha siswa dalam menguasai materi
90 %
10 %
5.
Interaksi dalam pembelajaran
95 %
5 %
6.
Kerja sama siswa
95 %
5 %
7.
Kreativitas siswa
75 %
25 %
8.
Keberanian bertanya
80 %
20 %
9.
Keberanian mengemukakan pendapat
80 %
20 %

 Berdasarkan data pada tabel 5 di atas, aktifitas siswa dalam pembelajaran matematika mengarah pada respon yang  positif dari setiap aspek yang diteliti. Artinya penerapan cara mudah menanamkan konsep dasar operasi hitung bilangan bulat dengan menggunakan media Roda Bilangan berhasil meningkatkan motivasi siswa dalam mengajarkan  operasi hitung bilangan bulat dengan sangat memuaskan.


b.      Hasil  Wawancara
Tabel 7
Data Hasil Wawancara Siswa dan Katagori Respon Dalam Pembelajaran Matematika
Mata Pelajaran                      : Matematika
Pokok Bahasan                     : Operasi Hitung Bilangan Bulat
Sub Pokok Bahasan              : Penjumlahan dan Pengurangan Bil. Bulat
Kelas/Semester                      : VI/ 1                 
Tahun Ajaran                       : 2010-2011

NO
ASPEK WAWANCARA
PERSENTASE
RESPON SISWA
POSITIF
NEGATIF
1.
Bagaimana perasaan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran
100 %
0 %
2.
Bagaimana pendapat siswa terhadap :
a. Materi yang diberikan
b. Model pembelajaran
c. Teknik pembelajaran
d. Alat peraga


100 %
100 %
100 %
100 %


0 %
0 %
0 %
0 %

3.
Bagaimana tanggapan siswa terhadap mata matematika
90 %
10 %
4.
Bagaimana tanggapan siswa terhadap penggunaan media Roda Bilangan dalam pembelajaran.
100 %
0 %


 Berdasarkan data pada tabel 7 di atas, respon siswa dalam pembelajaran matematika persentase respon positif  lebih unggul dari pada respon yang positif dalam setiap aspek pertanyaan dari wawancara yang  dilakukan. Artinya penerapan cara mudah menanamkan konsep dasar operasi hitung bilangan bulat dengan menggunakan media Roda Bilangan berhasil meningkatkan minat siswa dalam mengajarkan operasi hitung bilangan bulat dengan sangat memuaskan.































BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Atas dasar hasil dari pelaksanaan penerapan/penggunaan media roda bilangan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa menyelesaikan soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan mengunakan media roda bilangan sangat perlu di terapkan dan dikembangkan mengingat bahwasannya alat yang digunakan cukup sederhana dan bisa membuat sendiri, namun memiliki manfaat yang sangat besar dimana anak bersemagat tidak jenuh  dan bisa  menyelesaiakan soal-soal operasi hitung  penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan cepat.
            Kebanyakan siswa tunarungu yang menyukai bidang study matematika pasti sangat senang dan semakin rajin belajar operasi hitung. penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan media roda bilangan.

B.     Saran
            Di saat memberikan pelajaran matematika tidaklah harus di dalam kelas namun bias juga dilaksanakan diluar ruangan kelas dimana belajar sambil bermain dapat juga berbentuk kelompok agar lebih terjalin kooperatif anak dalam menyelesaiakan soal. Selain itu diharapkan juga keikutsertaan orang tua berpartisipasi aktif dalam pembelajaran saat di rumah sehingga akan membantu anak dalam mengatasi permasalahannya. Sehingga diharapkan tejadi kesinambungan hubungan antara sekolah dengan orang tua











DAFTAR PUSTAKA

Budimansyah, Dasim. (2002). Model Pembelajaran Berbasis Portofolio. Bandung : Genesindo.

Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon. (2002). Model-model Pembelajaran. “Modul Pelatihan”, Kepala Sekolah dan Guru Kelas. Cirebon : Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon.

Dyah Sriwelujeng, P.Pd. Dalam Power Point. (2004). Pendekatan Kooperative Learning dan Numbered Heads Togethe., PPPG PMP-IPS : Malang.

Hasibun, j. dan Moejiono, M. (1989). Proses Belajar Mengajar. Bandung : CV Bina Cipta.

Karso. (1995). Pendidikan Matematika. Modul Perkuliahan Universitas Terbuka Pada Program PGSD. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Jakarta.         

Lie, Anita. (2002). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta : Grasindo Gramedia.

Mulyana, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Dra. Lani Bunawan & Cecelia Susila Yuwati. SP.d 2000 Penguasaan Bahasa Anak          Tunarungu : Yayasan santi Rama, Jakarta.

Supardjo, 2007 Matematika Gemar Berhitung 4A : PT Tiga Serangkai Mandiri.

Abdurrahman, M. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar : Jakarta Depdikbud

Purtanto, P, Yuwono, T : Kamus Kecil Bahasa Indonesia, Arkola

Sadjaah Edja, 2005, Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Pendengaran Dalam Keluarga: Jakarta, Depdikbud.
DAFTAR TABEL
Halaman
1.      Daftar Siswa Kelas VI SLB-B PERTIWI Kota Mojokerto ........................... 28
2.      Rekapitulasi Nilai Pretest-Post test Individu................................................... 29
3.      Rekapitulasi Nilai Afektif Individu................................................................. 34
4.      Rekapitulasi Nilai Psikomotor Individu.......................................................... 35
5.      Nilai Ulangan Harian ...................................................................................... 36
6.      Hasil Observasi Aktifitas Siswa  .................................................................... 37
7.      Data Hasil Wawancara ................................................................................... 38