Senin, 24 September 2012

DAULAH ABBASIYAH MASA KEJAYAAN DAN PERADABANNYA



BAB  I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap insan di masa mendatang. Hal ini berlaku pula bagi kita yang harus paham akan sejarah kebudayaan islam di masa lalu untuk menganalisa dan mengambil ibrah dari setiap peristiwa yang pernah terjadi. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya kepemimpinan masa khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan Islam pada masa itu menjadi masa daulah, dan dalam makalah ini akan disajikan sedikit tentang masa daulah Abbasiyah.
Daulah Abbasiyah didirikan secara revolusioner dengan menggulingkan kekuasaan Daulah Umaiyah yang saat itu dipimpin oleh khalifah Marwan II bin Muhammad.
Kekuasaan Daulah Abbasiyah berlangsung dalam waktu yang cukup panjang sejak tahun 132 H – 656 H / 750 M – 1258 M. Dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah ada tiga dinasti  yang  pernah  memgang  kekuasaan  (tampuk  pemerintahan)  yaitu  Dinasti  Bani Abbas, Bani Buwaihi dan Bani Saljuk, dengan khalifah sebanyak 37 orang.
Pada masa Daulah Ababsiyah ini tercapainya peradaban yang gilang gemilang dan juga  merupakan puncak kejayaan negara Islam.  Puncak popularitas Daulah Abbasiyah berada pada zaman pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid dan puteranya Al Makmum.
Namun demikian Daulah  Abbasiyah juga  mengalami kemunduran dan kehancuran, disaat datangnya penyerangan bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan  pada  tahun  1258  M.  Mereka  tidak  saja  menghancurkan  kota  Bagdad  tapi  juga menghancurkan  peradaban  Islam   yang  telah  maju  dengan  pesatnya.  Dengan  begitu berakhirlah kekuasaan Daulah Abbasiyah.
Dengan segala keterbatasan penulis, maka dalam makalah ini tidak akan dijabarkan satu persatu secara rinci, tapi akan dibahas inti dari masa daulah Abbasiyah pada waktu itu.

A.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kemunculan daulah Abbasiyah?
2.      Bagaimana masa kejayaaan dan peradaban daulah Abbasiyah?
3.      Bagaimana kemunduran daulah Abbasiyah?
B.     Tujuan
  1. Untuk menguraikan kemunculan daulah abbasiyah yaitu peralihan dari masa daulah Umayyah ke masa daulah abbasiyah.
2.      Untuk mengidentifikasi kejayaaan dan peradaban pada masa kekhalifahan daulah Abbasiyah.
3.      Untuk menguraikan kemunduran daulah abbasiyah dengan menjelaskan sebab-sebab keruntuhannya.









BAB II PEMBAHASAN


A.  SEKILAS TENTANG ABBASIYAH

Khilafah  Abbasiyah  merupakan  kelanjutan  dari  khilafah  Umayyah,  dimana pendiri dari khilafah ini adalah keturunan Al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW, yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Dimana pola pemerintahan  yang  diterapkan  berbeda-beda sesuai dengan  perubahan politik, sosial, dam budaya.
Kekuasaan   dinasti   Bani   Abbas,   atau   khilafah   Abbasiyah,   sebagaimana disebutkan   melanjutkan  kekuasaan  dinasti  Bani  Umayyah.  Dinamakan  khilafah Abbasiyah karena para  pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai  dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1. Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode  Kedua  (232  H/847  M-334  H/945  M),  disebut  pereode  pengaruh  Turki pertama [1]
3. Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam  pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh
    dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara  politis,   para  khalifah  betul-betul  tokoh  yang  kuat  dan  merupakan  pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil  menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat  dan  ilmu  pengetahuan  dalam  Islam.  Namun  setelah  periode  ini  berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. karena itu, pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adalah Abu Jafar al-Manshur (754-775 M).  Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayyah,  Khawarij, dan  juga Syiah yang  merasa dikucilkan dari kekusaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria  dan Mesir, karena tidak bersedia membaiatnya, dibunuh oleh Abu Muslim al- Khurasani atas perintah  Abu Jafar. Abu Muslim sendiri karena dikhawatirkan akan
menjadi pesaing baginya, dihukum mati pada tahun 755 M[2].
Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat  Kufah. Namun, untuk  lebih  memantapkan dan  menjaga stabilitas negara  yang  baru  berdiri  itu,  al- Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Bagdad, dekat bekas ibu kota Persia, Clesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al- Manshur  melakukan konsolidasi dan Penertiban  pemerintahannya.  
Dia  mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator  departemen,  Wazir  pertama  yang  diangkat  adalah Khalid  bin  Barmak, berasal dari Balkh, Persia.  Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara,  dan  kepolisian  negara  disamping   membenahi  angkatan  bersenjata.  Dia menunjuk  Muhammad  ibn  Abdurrahman  sebagai  hakim  pada  lembaga  kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah  ditingkatkan perananya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat.
Pada masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah  al-Manshur  berusaha  menaklukkan  kembali  daerah-daerah  yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Diantara  usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosporus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765
M,  Bizantium  membayar  upeti  tahunan.  Bala  tentaranya  juga  berhadapan  dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oksus dan India.

B.     KEJAYAAN DAULAH ABBASIYAH
1.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Abad X masehi disebut abad pembangunan daulah islamiyah dimana dunia Islam  mulai  dan  cordon  di  Spanyol  sampai  ke  Multan  di  Pakistan  mengalami pembangunan  disegala   bidang,   terutama  di  bidang  berbagai  ilmu  pengetahuan, teknologi dan seni. Dunia Islam pada  waktu itu dalam keadaan maju, jaya, makmur, dunia barat masih dalam keadaan gelap, bodoh dan primiti.
Gerakan pembangunan ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifah Ja'far Al-Mansyur  setelah ia mendirikan kota Bagdad dan menjadikannya sebgai ibu kota Negara. Ia menarik banyak ulama' dan para ahli dari berbagai daerah untuk dating dan tinggal  di  Bagdad.  Ia  merangsang  pembukuan  ilmu  agama  seperti  Fiqh,  Tafsier, Tauhied, Hadits atau ilmu lainnya seperti ilmu bahasa dan ilmu sejarah.
a.       Perkembangan Ilmu Naqli

Ilmu naqli adalah Ilmu yang bersumber dari naqli (Al-Qur'an dan Hadits) yang erat kaitannya dengan agama Islam. Ilmu naqli yang berkembang pada masa itu diantaranya :

1)       Ilmu Tafsier [3]
Para  mufassir  yang  masyhur  pada zaman  Abbasiyah diantaranya Ibnu Jarir  at-Thabary  dengan  tafsienya  sebanyak  300  juta,  Ibnu  at_thiyah  al- Andalusi,  As-Suda  (Tafsir  bil  Matsur),  Abu  Bakar  Asma,  Abu  Muslim Muhammad (tafsir bir Rayi)

2)      Ilmu Hadits
Pengumpulan dan pembukuan hadist  sudah  mulai  sejak  pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz, salah seorang khalifah Bani Umaiyah. Namun demikian perkembangannya yang paling menonjol terjadi pada masa Daulah Abbasiyah, sebab pada masa inilah munculnya ulama-ulama hadist yang belum ada tandingannya sampai zaman  sekarang.
Di antaranya yang terkenal ialah Imam Bukhari yang telah mengumpulkan hadist sebanyak 7257 hadist, setelah diteliti ditemukan 4000 hadist  shahih, semuanya terkumpul  dalam bukunya, Shahih Bukhari, Imam Muslim terkenal dengan bukunya Shahih Muslim. Buku hadist lainnya adalah Sunan Abu Daud oleh Abu Daud, Sunan al Turuzi oleh Imam al Turmuzi, Sunan al Nasai oleh al NasaI. Sunan Ibnu majah oleh Ibnu Majah. Keenam buku hadist tersebut lebih populer disebut Kitan al Sittah [4]

3)      Ilmu Kalam
Ilmu kalam itu ada karena dua factor (a) Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat (b) karena semua masalah termask masalah agama telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu.

4)      Ilmu Tasawuf
Ilmu ini tumbuh dan matang pada zaman Abbasiyah. Inti ajarannya tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Dalam bidang ini ulamanya antara lain : Al Ghazali seorang ulama sufi dengan karyanya yang masih beredar dan berpengaruh sampai sekarang yaitu buku Ihya ulumuddin yang  sebanyak  lima  jilid,   Al  Hallaj  dengan   bukunya  al  Tashawuf,  Al Qusyairiyat fi Ilmu al tashawuf [5]

b.      Perkembangan Ilmu Aqliyah
1)      Ilmu Filsafat

Bagi  orang  Arab,  filsafat  merupakan  pengetahuan  tentang  kebenaran dalam arti yang sebenarnya, sejauh hal itu bisa dipahami oleh pikiran manusia. Secara khusus, nuansa filsafat mereka berakar pada tradisi filsafat Yunani, yang dimodifikasi  dengan  pemikiran  para  penduduk  di  wilayah  taklukan,  serta pengaruh-pengaruh timur lainnya, yang disesuaikan dengan nilai-nilai islam, dan diungkapkan dalam bahasa Arab.

Filosof pertama, al-Kindi atau Abu Yusuf ibn Ishaq, ia memperoleh gelar filosof  bangsa Arab, dan ia memang merupakan representasi pertama dan terakhir dari seorang  murid Aristoteles di dunia Timur yang murni keturunan Arab. Sistem        pemikirannya beraliran ekletisisme, namun Al-Kindi menggunakan pola Neo-Platonis untuk menggabungkan pemikiran plato dan aristoteles, serta menjadikan  metematika  neo-Pythagoren  sebagai  landasan ilmu.
Proyek harmonisasi antara filsafat Yunani dengan Islam, yang dimulai oleh  al-Kindi,  seorang  ketirunan  Arab,  dilanjutkan  oleh  al-Farabi,  seorang keturunan  Suriah.  Di  samping  sejumlah  komentar  terhadap  Aristoteles  dan filosof  Yunani   lainnya,   al-Farabi   juga   menulis   berbagai   karya   tentang psikologi, politik,  dan  metafisika.  Salah satu  karya  trbaiknya adalah Risalah Fushush  al-Hakim  (Risalah  Mutiara  Hikmah)  dan  Risalah  fi  Ara  Ahl  al- Madinah al-Fadhilah (Risalah tentang Pendapat Penduduk Kota Ideal).
2)      Ilmu Kedokteran [6]

Ilmu kedokteran telah ada sejak pemerintahan Daulah Umaiyah, terbukti dengan   adanya   sekolah  tinggi  kedokteran  yuudisapur  dan  Harran  yang merupakan peninggalan  orang Syria. Pada masa Daulah Abbasiyah perhatian khalifah semakin meningkat terhadap  ilmu kedokteran dan mendorong para ulama untuk mendalami ilmu ini. Ilmuwan muslim dalam bidang ini antara lain al Hazen, ahli mata dengan karyanya optics dan Ibnu Sina  dengan bukunya Qamm fi Tibb[7].

3)      Ilmu Fisika dan Matematika
Dalam   bidang   ilmuwan   yang   terkenal  sampai  sekarang   seperti  al khawarizmi, al Farqani dan al Biruni. Al Khawarizmi dengan bukunya al jabr dan al Mukabala yang merupakan buku pertama sesungguhnya ilmu pasti yang sistematis.  Dari  bukunya  inilah  berasal  istilah  aljabar  dan  logaritma  dalam matematika. Bahkan kemajuan ilmu matematika yang dicapai pada masa ini telah menyumbangkan pemakaian angka-angka Arab dalam matematika
1)      Ilmu Astronomi
Ulama yang terkenal dalam bidang ini adalah al Farqon dengan bukunya al Harkat,  al  Samawat,  al Jamawi,  Ilmu  al Nujum dan al  Bottani dengan bukunya Tahmid al Mustaar, li Mana, al Mamar dan lain-lain.
2)      Ilmu Sejarah dan Geografi

Dalam bidang sejarah, ulama yang terkenal : Ibu Ishaq, Ibnu Hisyam, al Waqidi, Ibnu Qutaibah, al Thabari dan lain-lain. Dalam bidang ilmu bumi atau geografi ulama yang  terkenal  : al Yakubi dengan karyanya al Buldan, Ibnu Kharzabah dengan bukunya al mawalik wa al Mawalikdan lain-lain
Selain itu, bani Abbasiyah ini sering disebut dengan surganya para pelakon ijtihad,  sebab  selama  seratus tahun sejak  berdirinya,  dinasti Abbasiyah  mengalami jaman keemasan dan  kejayaan.  Bagaikan  bunga  di musim semi  segala sesuatunya bermekaran  di  masa  kejayaan  ini.   Para  cendekiawan  dan  ilmuan,   mempunyai kesempatan yang sangat baik untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai dengan minatnya masing-masing.
Para pelakon  ijtihad  benar-benar  menikmati masa  ini di  mana  mereka  bisa mengekspresikan  kebebasan  berpikir,  memuaskan  dahaga  mereka  dengan  berbagai macam ilmu  pengetahuan. Ilmu Yunani kuno, khususnya filsafat yang dulu hanya di bicarakan di lembaga-lembaga  perguruan berubah menjadi kegandrungan masyarakat umum. Masyarakat Abbasiyah juga sangat  tertarik dengan kebudayaan Hindu yang mereka  pelajari  melalui  kelompok  orang  Iran  dari  Bactrianie  dan  Afganistan.  Di samping  itu  mereka  juga  berburu  ilmu  yang  bersumber  pada   tradisi  budhisme. Kaum  Muslim  bekerja  berdampingan  dengan  orang-orang  Yahudi  Persia   yang beragama Kristen dengan penuh keharmonisan. Bangsa Persia yang pernah mengalami kebesaran dan kejayaan juga berkontribusi memberikan pelajaran kepada orang Arab. Dari pengaruh Persia  inilah  umat Islam belajar dengan giat, mulai menerapkan ilmu pengetahuan disertai dengan penggunaan argumen-argumen yang logis (ijtihad) tidak lagi sekedar samina wa athona (mendengar dan melakukan).
Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya sastra, filosofi dari  Yunani, Persia dan Hindustan. Begitu tingginya penghargaan terhadap ilmu pengetahuan sehingga pada masa ini para penerjemah diberikan upah emas murni seberat buku/karya yang diterjemahkan. Pada jaman ini disempurnakan ilmu geografi, matematik, dan astronomi. Bahkan melahirkan begitu banyak ilmuan terkenal baik dari yang bukan Islam maupun yang dari Islam seperti Ibnu Sina, Al-Kindi, Al-Farabi dan lain  sebagainya.
Di sinilah khalifah ketujuh  Abbasiyah yang  bernama  Al-Makmun (813-833  M)  mendirikan  Darul  Hikmah  yang  berarti  Rumah  Kebijaksanaan  yang menurut Mahmud Ayub dari Temple University merupakan Institusi Pendidikan Tinggi pertama di dunia Islam dan Barat.

2.      Dalam Bidang Hukum Islam
Karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M) yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakimagung yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767). Meski diangap sebagai pendiri madzhab hanafi,karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh al Akbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkan karena ditulis oleh para muridnya.

3.      Perkembangan Ekonomi
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macamindustri sepertikain linen di mesir, sutra dari syiria dan irak, kertas dari samarkand, serta berbagai produk pertanian sepertigandum dari mesir dan kurma dari iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.
Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.

4.      Dalam bidang Peradaban
Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajua ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam

C.  KEMUNDURAN BANI  ABBASIYAH
Sebagaimana dalam periodisasi khalifah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode  kedua, namun demikian factor-faktor penyebab kemunduran itu tidak dating  secara tiba-tiba,  benih-benihnya sudah terlihat  pada periode pertama,  hanya khalifah pada saat periode ini sangat  kuat, benih-benih ini tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para mentri cenderung berperan sebagai pegawai sipil, tetapi jika khalifah  lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping  kelemahan  khalifah,  banyak  factor  yang  menyebabkan  khalifah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing factor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Faktor Internal
a.    Persaingan  Antarbangsa.  
Khilafah  Abbasiyah  didirikan  oleh  Bani  Abbas  yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu  pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama- saama tertindas.  Setelah khilafah  Abbasiyyah  berdiri,  dinasti Bani  Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Stryzewska, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada  masa itu mereka merupakan  warga  kelas  satu.  
Kedua, orang-orang  Arab  sendiri  terpecah  belah dengan  adanya  Ashabiyyah  kesukuan.  Meskipun  demikian,  orang-orang  Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari  Persia  pula.  Sementara  itu,  bangsa  Arab  beranggapan  bahwa  darah  yang mengalir di tubuh mereka adalah  darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab di dunia Islam.
Selain  itu,  wilayah  kekuasaan  Abbasiyyah  pada  periode  pertama  sangat  luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan  India.  Mereka  disatukan  dengan  bangsa Semit.  Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, disamping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa bangsa lain yang melahirkan gerakan syu`ubiyah.
b.      Kemerosotan   Ekonomi.          
Khalifah Abbasiyyah  juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama,  pemerintahan  Bani  Abbas  merupakan  pemerintahan  yang  kaya.  Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi. Setelah  khilafah  memasuki  periode  kemunduran,  pendapatan  Negara  menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar.
Menurunnya pendapatan Negara itu disebabkan  oleh  makin  menyempitnya  wilayah   kekuasaan,  banyaknya  terjadi kerusuhan  yang  mengganggu  perekonomian  rakyat,   diperingannya  pajak  dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam, dan para pejabat melakukan korupsi.
c.  Konflik  Keagamaan.  
Fanatisme  keagamaan  berkaitan  erat  dengan  persoalan kebangsaan.  Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Gerakan ini dikenal dengan gerakan Zindiq yang menyebabkan menurut para khalifah dan orang-orang yang beriman  harus diberantas, sehingga menyebabkan  konflik  diantara  keduanya,  mulai  polemik  tentang  ajaran  hingga berlanjut kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah dari kedua belah pihak.
Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan:

Agama  Muhammad  SAW.  seperti  juga  Agama  Isa  AS.,  terkeping-keping  oleh perpecahan dan  perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak  yang  tidak  mungkin   ada  kepastiannya  dalam  suatu  kehidupan  yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai  hal-hal yang masih dalam lingkungan pengetahuan manusia, soal  kehendak bebas manusia, telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam Islam. Pendapat  bahwa rakyat  dan kepala  agama  mustahil  berbuat  salah  mustahil  berbuat   salah, hal itu menjadi  sebab binasanya jiwa-jiwa berharga”.

d.      Ancaman  dari  luar.  
2.      Faktor Eksternal
Disamping  itu,  ada  pula  factor-faktor  eksternal  yang  menyebabkan  khalifah Abbasiyah  lemah dan akhirnya hancur. Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau  periode dan menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orang- orang  Kristen  Eropa  terpanggil  untuk  ikut  berperang  setelah  Paus  Urbanus  II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di  antara  komunitas-komunitas  Kristen   Timur,  hanya  Armenia  dan  Maronit Lebanon  yang  tertarik dengan dengan Perang  Salib  dan  melibatkan diri dalam tentara Salib itu.[8]
Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi  dengan  orang-orang  Mongol  yang  anti-Islam  itu  dan  diperkeras  di kantong-kantong ahl al-kitab.
Tentara Mongol, setelah menghancurleburkan pusat- pusat Islam, ikut memperbaiki yerussalem. Berbagai faktor yang telah menyokong tegaknya imperium Abbasiyah, yakni kalangan elite  imperium dan bentuk-bentuk kulturnya,  sekaligus  juga  menyokong  kehancuran  dan  transformasi  imperium tersebut.  Bahkan  kemerosotan  Abbasiyah  telah  berlangsung  disaat  berlangsung konsolidasi.   Ketika   rezim   ini   sedang   memperkuat   militernya   dan   institusi pemerintahan, dan sedang mendorong sebuah kemajuan ekonomi dan kultur, terjadi  beberapa  peristiwa yang pada akhirnya mengharubirukan nasib imperium Abbasiyah.








BAB III
 HASIL ANALISIS

Pada  masa Daulah Umaiyah dunia  mulai  mengenal peradaban dan kebudayaan Islam. Dan pada  masa Daulah Abbasiyah mengalami kemajuan dan mencapai peradaban yang  gemilang  dalam   sejarah  Islam  dimana  pada  masa  ini  dikenal  berbagai  ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, baik ilmunya masing-masing.
Prestasi ini menaikkan derajat Islam dan membuktikan bahwa Islam memiliki para ulama yang cerdik dan berkuasa di dunia pendidikan. Bahkan di antara mereka para ulama tersebut ada yang sampai sekarang masih di gunakan karya-karya mereka sebagai pedoman agar tidak keluar dari ajaran sesungguhnya.
Selain itu, pada masa Abbasiyah merupakan zaman keemasan yang pernah dialami oleh kaum muslimin dimana pada zaman ini mengalami perkembangan ilmu yang sangat pesat  diantaranya  ilmu   tafsir,  hadits,  fiqh,  filsafat,  matematika,  geografi  dan  lain sebaginnya.
Sedang  metode yang  diguakan pada  masa  Abbasiyah secara garis  besar  dibagi menjadi tiga  metode yaitu metode lisan, menghafal, tulisan. Ketiga metode inilah yang digunakan  dalam  pendidikan/pengajaran  pada  masa  itu  untuk  mentransfer  ilmu  dari seorang guru terhadap muridnya.
Setelah itu, bani Abbasiyah mengalami kemunduran yang disebabkan konfil intern dan ekstern,  diantaranya (a) konfik antar bangsa (b) kemerosotan ekonomi (c) konflik keagamaan (d) ancaman dari luar.


BAB IV PENUTUP
Kesimpulan
Kejayaan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah mencerminkan bahwa Islam adalah agama  yang   luar  biasa.  Bahkan  Eropa  pun  seolah-olah  tidak  berdaya  menghadapi kemajuan Islam terutama di bidang IPTEK. Walaupun pada akhirnya kejayaan Islam masa Dinasti Abbasiyah telah berakhir dan hanya menjadi kenagngan manis belaka kita sebagai generasi  penerus  harus  senantiasa  berusaha  untuk   menjadi   generasi  yang  pantang menyerah  apalagi  di  zaman  serba  modern  ini  kemajuan  IPTEK  semakin  sulit  untuk dibendung. Kemajuan IPTEK merupakan tantangan yang  besar bagi kita. Apakah  kita sanggup atau tidak menghadapi tantangan ini tergantung pada kesiapan pribadi masing- masing .
Oleh  Sebab  itu,  penulis  merasa  perlu  kiranya  untuk  menjadikannya  sebagai landasan dan kaca perbandingan demi kemajuan dunia Islam sekarang ini. Penulis merasa dunia pendidikan Islam sekarang ini sangat merosot dan tidak mengalami perkembangan yang sangat berarti.



DAFTAR PUSTAKA





Nengsih, Ratna, Sejarah Peradaban Islam,http://amgy.wordpress.com/2008/02/11/sejarah- peradaban-islam-pada-zaman-dinasti-abbasiyah-di-bagdad/, tgl. 16-4-2012


Supriyadi,  Perkembangan  pada  Masa  Bani  Abbasiyah,  http://supriyadie.blogspot.com

/2008/03/perkembang an-pada-masa-bani-abbasiyah.html, 16-4-2012

Suwito dan Fauzan. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta : Prenada Media


[1] Prof. Dr. Suwito, MA dan Fauzan MA, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta, Prenada Media, 2005, hlm., 11

[2] Azwarti, Khalifah Bani Abbas (masa Kemajuan Islam), http://azwarti.wordpress.com/2008/01/15/khilafah- bani-abbas-masa-kemajuan-islam/, tgl. 16-4-2012
[3] Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Jakarta, Prenada Media, 2003, hlm., 58
[5] Ibid.
[6] Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Jakarta, Prenada Media, 2003, hlm., 84
[7] Supriyadi, Perkembangan pada Masa Bani Abbasiyah, http://supriyadie.blogspot.com/2008/03/perkembang an-pada-masa-bani-abbasiyah.html, 15-4-2012

[8] Ratna Nengsih, Sejarah Peradaban Islam, http://amgy.wordpress.com/2008/02/11/sejarah-peradaban- islam-pada-zaman-dinasti-abbasiyah-di-bagdad/, tgl. 16-4-2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar