BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang
menjadi pijakan dan langkah setiap insan di masa mendatang. Hal ini berlaku
pula bagi kita yang harus paham akan sejarah kebudayaan islam di masa lalu
untuk menganalisa dan mengambil ibrah dari setiap peristiwa yang pernah
terjadi. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya kepemimpinan masa
khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan Islam pada masa itu
menjadi masa daulah, dan dalam makalah ini akan disajikan sedikit tentang masa
daulah Abbasiyah.
Daulah Abbasiyah didirikan secara revolusioner
dengan menggulingkan kekuasaan Daulah Umaiyah yang saat itu dipimpin oleh
khalifah Marwan II bin Muhammad.
Kekuasaan Daulah Abbasiyah berlangsung dalam
waktu yang cukup panjang sejak tahun 132 H – 656 H / 750 M – 1258 M. Dalam
pemerintahan Daulah Abbasiyah ada tiga dinasti
yang pernah memgang
kekuasaan (tampuk pemerintahan)
yaitu Dinasti Bani Abbas, Bani Buwaihi dan Bani Saljuk,
dengan khalifah sebanyak 37 orang.
Pada masa Daulah Ababsiyah ini tercapainya
peradaban yang gilang gemilang dan juga
merupakan puncak kejayaan negara Islam.
Puncak popularitas Daulah Abbasiyah berada pada zaman pemerintahan
khalifah Harun Al Rasyid dan puteranya Al Makmum.
Namun demikian Daulah Abbasiyah juga mengalami kemunduran dan kehancuran, disaat datangnya penyerangan
bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan
pada tahun 1258
M. Mereka tidak
saja menghancurkan kota
Bagdad tapi juga menghancurkan peradaban
Islam yang telah
maju dengan pesatnya.
Dengan begitu berakhirlah
kekuasaan Daulah Abbasiyah.
Dengan segala keterbatasan penulis, maka dalam
makalah ini tidak akan dijabarkan satu persatu secara rinci, tapi akan dibahas
inti dari masa daulah Abbasiyah pada waktu itu.
A.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kemunculan daulah Abbasiyah?
2.
Bagaimana masa kejayaaan dan peradaban daulah
Abbasiyah?
3.
Bagaimana kemunduran daulah Abbasiyah?
B.
Tujuan
- Untuk menguraikan kemunculan daulah abbasiyah yaitu peralihan dari masa daulah Umayyah ke masa daulah abbasiyah.
2. Untuk mengidentifikasi kejayaaan dan peradaban pada masa kekhalifahan
daulah Abbasiyah.
3.
Untuk menguraikan kemunduran daulah abbasiyah
dengan menjelaskan sebab-sebab keruntuhannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEKILAS TENTANG ABBASIYAH
Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah
Umayyah,
dimana
pendiri dari khilafah ini adalah keturunan Al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW, yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Dimana pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dam budaya.
Kekuasaan dinasti Bani Abbas, atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana
disebutkan melanjutkan kekuasaan
dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khilafah
Abbasiyah karena para
pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas
paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass. Kekuasaannya berlangsung dalam
rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M). Selama
dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan
politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi
lima periode:
1. Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode Kedua (232
H/847
M-334
H/945
M),
disebut
pereode
pengaruh Turki
pertama [1]
3. Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh
Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara
politis, para khalifah betul-betul tokoh
yang kuat
dan merupakan
pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai
tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil
menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan
dalam Islam.
Namun
setelah
periode
ini berakhir,
pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus
berkembang.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari
tahun 750-754 M. karena itu, pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adalah Abu
Ja’far al-Manshur (754-775 M). Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayyah,
Khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekusaan.
Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir, karena tidak bersedia membaiatnya, dibunuh oleh Abu Muslim al-
Khurasani atas perintah Abu Ja’far. Abu Muslim sendiri karena dikhawatirkan akan
Pada
mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara
yang baru
berdiri itu, al- Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Bagdad, dekat
bekas ibu kota Persia, Clesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-
Manshur melakukan konsolidasi dan Penertiban pemerintahannya.
Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di
bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai
koordinator
departemen,
Wazir
pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara,
dan kepolisian
negara disamping membenahi angkatan
bersenjata. Dia menunjuk
Muhammad ibn
Abdurrahman
sebagai
hakim
pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan
perananya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat.
Pada
masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi
di
daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah
yang
sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Diantara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di
Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara
bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosporus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765
M, Bizantium
membayar
upeti
tahunan.
Bala tentaranya juga
berhadapan
dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oksus dan India.
B. KEJAYAAN DAULAH ABBASIYAH
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Abad X masehi disebut abad pembangunan daulah islamiyah dimana dunia
Islam
mulai
dan cordon
di Spanyol sampai ke Multan
di Pakistan
mengalami
pembangunan
disegala bidang,
terutama di
bidang berbagai
ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni. Dunia Islam pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya, makmur,
dunia barat masih dalam keadaan gelap, bodoh dan primiti.
Gerakan pembangunan ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifah Ja'far Al-Mansyur
setelah ia mendirikan kota Bagdad dan menjadikannya sebgai ibu kota
Negara. Ia menarik banyak ulama' dan para ahli dari berbagai daerah untuk dating dan
tinggal
di Bagdad.
Ia merangsang pembukuan
ilmu agama
seperti Fiqh, Tafsier,
Tauhied, Hadits atau ilmu lainnya seperti ilmu bahasa dan ilmu sejarah.
a.
Perkembangan Ilmu Naqli
Ilmu naqli adalah Ilmu yang bersumber dari naqli (Al-Qur'an dan Hadits)
yang erat kaitannya dengan agama Islam. Ilmu naqli yang berkembang pada masa itu diantaranya :
Para
mufassir yang
masyhur
pada zaman Abbasiyah diantaranya Ibnu
Jarir
at-Thabary
dengan
tafsienya sebanyak 300
juta, Ibnu at_thiyah al- Andalusi,
As-Suda
(Tafsir bil
Ma’tsur),
Abu Bakar
Asma,
Abu
Muslim
Muhammad (tafsir bir Ra’yi)
2) Ilmu Hadits
Pengumpulan dan
pembukuan hadist
sudah
mulai
sejak
pemerintahan
khalifah Umar bin Abdul Aziz, salah seorang khalifah Bani Umaiyah. Namun demikian perkembangannya yang paling menonjol terjadi pada masa Daulah Abbasiyah, sebab pada masa inilah munculnya ulama-ulama hadist yang belum
ada
tandingannya sampai zaman sekarang.
Di antaranya yang terkenal ialah
Imam Bukhari yang telah mengumpulkan hadist sebanyak 7257 hadist, setelah diteliti ditemukan 4000 hadist shahih, semuanya terkumpul
dalam bukunya,
Shahih Bukhari, Imam Muslim terkenal dengan bukunya Shahih Muslim. Buku
hadist lainnya adalah Sunan Abu Daud oleh Abu Daud, Sunan al Turuzi oleh Imam al Turmuzi, Sunan al Nasa’i oleh al Nasa’I. Sunan Ibnu majah oleh Ibnu Majah. Keenam buku hadist tersebut lebih populer disebut Kitan al Sittah [4]
3) Ilmu Kalam
Ilmu kalam itu ada karena dua factor (a) Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat (b) karena semua masalah termask masalah agama telah
berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu.
4) Ilmu Tasawuf
Ilmu ini tumbuh dan matang pada zaman Abbasiyah. Inti ajarannya tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Dalam bidang ini ulamanya antara lain : Al Ghazali seorang ulama sufi dengan karyanya yang
masih beredar dan berpengaruh sampai sekarang yaitu buku Ihya ‘ulumuddin yang
sebanyak lima
jilid, Al
Hallaj dengan bukunya
al Tashawuf,
Al Qusyairiyat fi Ilmu al tashawuf [5]
b. Perkembangan Ilmu Aqliyah
1) Ilmu Filsafat
Bagi
orang
Arab,
filsafat merupakan
pengetahuan
tentang
kebenaran dalam arti yang sebenarnya, sejauh hal itu bisa dipahami oleh pikiran manusia.
Secara khusus, nuansa filsafat mereka berakar pada tradisi filsafat Yunani, yang
dimodifikasi dengan
pemikiran para penduduk di
wilayah taklukan, serta pengaruh-pengaruh timur lainnya, yang disesuaikan dengan nilai-nilai islam, dan diungkapkan dalam bahasa Arab.
Filosof pertama, al-Kindi atau Abu Yusuf ibn Ishaq, ia memperoleh gelar
“filosof bangsa Arab”, dan ia memang merupakan representasi pertama dan terakhir dari seorang
murid Aristoteles di dunia Timur yang murni keturunan Arab. Sistem pemikirannya beraliran
ekletisisme, namun Al-Kindi menggunakan pola Neo-Platonis untuk menggabungkan pemikiran plato dan aristoteles, serta menjadikan metematika neo-Pythagoren sebagai
landasan ilmu.
Proyek harmonisasi antara filsafat Yunani dengan Islam, yang dimulai
oleh al-Kindi,
seorang
ketirunan
Arab,
dilanjutkan oleh al-Farabi, seorang keturunan
Suriah. Di samping
sejumlah komentar
terhadap
Aristoteles dan
filosof
Yunani lainnya, al-Farabi juga
menulis berbagai karya tentang
psikologi, politik,
dan metafisika. Salah satu karya trbaiknya adalah Risalah
Fushush al-Hakim
(Risalah Mutiara
Hikmah)
dan Risalah fi
Ara
Ahl al-
Madinah al-Fadhilah (Risalah tentang Pendapat Penduduk Kota Ideal).
Ilmu kedokteran telah ada sejak pemerintahan Daulah Umaiyah, terbukti
dengan adanya sekolah tinggi kedokteran yuudisapur dan
Harran yang merupakan peninggalan orang Syria. Pada masa Daulah Abbasiyah perhatian khalifah semakin meningkat terhadap ilmu kedokteran dan mendorong para
ulama untuk mendalami ilmu ini. Ilmuwan muslim dalam bidang ini antara lain
al
Hazen, ahli mata dengan karyanya optics dan Ibnu Sina dengan bukunya
Qamm fi Tibb[7].
3) Ilmu Fisika dan Matematika
Dalam
bidang ilmuwan yang terkenal sampai sekarang seperti al
khawarizmi, al Farqani dan al Biruni. Al Khawarizmi dengan bukunya al jabr
dan
al Mukabala yang merupakan buku pertama sesungguhnya ilmu pasti yang
sistematis.
Dari
bukunya inilah
berasal
istilah aljabar
dan logaritma
dalam matematika. Bahkan kemajuan ilmu matematika yang dicapai pada masa ini telah menyumbangkan pemakaian angka-angka Arab dalam matematika
1)
Ilmu Astronomi
Ulama yang terkenal dalam bidang ini adalah al Farqon dengan bukunya al Harkat,
al Samawat,
al Jamawi’, Ilmu al Nujum dan al Bottani dengan bukunya Tahmid al Mustaar, li Ma’na, al Mamar dan lain-lain.
2)
Ilmu Sejarah dan Geografi
Dalam bidang sejarah, ulama yang terkenal : Ibu Ishaq, Ibnu Hisyam, al
Waqidi, Ibnu Qutaibah, al Thabari dan lain-lain. Dalam bidang ilmu bumi atau
geografi ulama yang
terkenal
: al Yakubi dengan karyanya al Buldan, Ibnu Kharzabah dengan bukunya al mawalik wa al Mawalikdan lain-lain
Selain itu, bani Abbasiyah ini sering disebut dengan surganya para pelakon ijtihad,
sebab
selama seratus tahun sejak berdirinya, dinasti Abbasiyah mengalami
jaman keemasan dan kejayaan. Bagaikan bunga
di musim semi segala sesuatunya
bermekaran
di masa
kejayaan ini. Para
cendekiawan dan
ilmuan, mempunyai kesempatan yang sangat baik untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai dengan
minatnya masing-masing.
Para pelakon ijtihad benar-benar menikmati masa
ini di mana mereka bisa mengekspresikan
kebebasan berpikir, memuaskan dahaga mereka dengan
berbagai
macam ilmu
pengetahuan. Ilmu Yunani kuno, khususnya filsafat yang dulu hanya di bicarakan di lembaga-lembaga perguruan berubah menjadi kegandrungan masyarakat umum. Masyarakat Abbasiyah juga sangat
tertarik dengan kebudayaan Hindu yang
mereka
pelajari
melalui
kelompok orang
Iran
dari
Bactrianie dan
Afganistan.
Di samping itu mereka juga
berburu ilmu
yang bersumber
pada
tradisi budhisme. Kaum
Muslim bekerja
berdampingan dengan orang-orang Yahudi Persia yang beragama Kristen dengan penuh keharmonisan. Bangsa Persia yang pernah mengalami
kebesaran dan kejayaan juga berkontribusi memberikan pelajaran kepada orang Arab.
Dari pengaruh Persia inilah
umat Islam belajar dengan giat, mulai menerapkan ilmu
pengetahuan disertai dengan penggunaan argumen-argumen yang logis (ijtihad) tidak lagi sekedar sami’na wa atho’na (mendengar dan melakukan).
Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya sastra, filosofi dari Yunani, Persia dan Hindustan. Begitu tingginya penghargaan terhadap ilmu pengetahuan sehingga pada masa ini para penerjemah diberikan upah emas murni
seberat buku/karya yang diterjemahkan. Pada jaman ini disempurnakan ilmu geografi, matematik, dan astronomi. Bahkan melahirkan begitu banyak ilmuan terkenal baik dari
yang bukan Islam maupun yang dari Islam seperti Ibnu Sina, Al-Kindi, Al-Farabi dan lain sebagainya.
Di sinilah khalifah ketujuh Abbasiyah yang bernama
Al-Makmun
(813-833
M) mendirikan Darul
Hikmah yang
berarti
Rumah
Kebijaksanaan
yang
menurut Mahmud Ayub dari Temple University merupakan Institusi Pendidikan Tinggi
pertama di dunia Islam dan Barat.
2. Dalam Bidang Hukum Islam
Karya
pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M)
yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakimagung yang pertama adalah Abu
Hanifah (w.150/767). Meski diangap sebagai pendiri madzhab
hanafi,karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang
berjudul Fiqh al Akbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah
Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkan karena ditulis oleh
para muridnya.
3. Perkembangan Ekonomi
Ekonomi
imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai
macamindustri sepertikain linen di mesir, sutra dari syiria dan irak, kertas
dari samarkand, serta berbagai produk pertanian sepertigandum dari mesir dan kurma
dari iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai
wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.
Karena
industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung
lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang
dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan
dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan
dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa
puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah
semaraknya kegiatan perdagangan dunia.
4. Dalam bidang Peradaban
Masa
Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani
Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan
mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk
kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’
muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama
juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh
kemajua ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas
politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi
pemicu kemajuan peradaban Islam
C. KEMUNDURAN BANI ABBASIYAH
Sebagaimana dalam periodisasi khalifah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode
kedua, namun demikian factor-faktor penyebab kemunduran itu tidak dating secara tiba-tiba, benih-benihnya sudah terlihat
pada periode pertama,
hanya
khalifah pada saat periode ini sangat
kuat, benih-benih ini tidak sempat berkembang.
Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para mentri cenderung berperan sebagai pegawai sipil, tetapi jika khalifah
lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan
khalifah,
banyak
factor yang
menyebabkan
khalifah
Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing factor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Faktor Internal
a.
Persaingan
Antarbangsa.
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh
Bani
Abbas yang
bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu
pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-
saama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap
mempertahankan persekutuan itu. Menurut
Stryzewska, ada dua sebab dinasti
Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit
bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan
warga
kelas satu.
Kedua, orang-orang
Arab sendiri terpecah
belah
dengan adanya
Ashabiyyah kesukuan. Meskipun demikian,
orang-orang Persia
tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai
dari Persia
pula. Sementara itu, bangsa
Arab beranggapan
bahwa
darah
yang
mengalir di tubuh mereka adalah
darah (ras) istimewa dan mereka menganggap
rendah bangsa non-Arab di dunia Islam.
Selain itu,
wilayah kekuasaan
Abbasiyyah pada periode pertama
sangat
luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia,
Turki dan India.
Mereka
disatukan dengan bangsa Semit.
Kecuali Islam, pada
waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, disamping
fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa bangsa lain yang melahirkan gerakan syu`ubiyah.
b.
Kemerosotan Ekonomi.
Khalifah Abbasiyyah juga mengalami
kemunduran
di
bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan
pemerintahan
yang kaya.
Dana
yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi. Setelah khilafah
memasuki
periode
kemunduran, pendapatan Negara menurun,
sementara pengeluaran meningkat lebih besar.
Menurunnya pendapatan Negara itu
disebabkan
oleh makin menyempitnya
wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan
yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya
pajak dan
banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar
upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam, dan para pejabat melakukan korupsi.
c.
Konflik Keagamaan.
Fanatisme keagamaan berkaitan erat
dengan persoalan
kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan
mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Gerakan ini dikenal dengan gerakan Zindiq yang menyebabkan menurut para khalifah dan orang-orang yang beriman harus diberantas, sehingga menyebabkan konflik diantara
keduanya,
mulai
polemik tentang
ajaran hingga berlanjut kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah dari kedua belah pihak.
Berkenaan dengan konflik keagamaan
itu,
Syed Ameer
Ali
mengatakan:
“Agama Muhammad
SAW.
seperti juga
Agama Isa AS.,
terkeping-keping
oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal
abstrak yang
tidak
mungkin ada kepastiannya
dalam suatu
kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai
hal-hal yang masih dalam lingkungan
pengetahuan manusia,
soal kehendak bebas manusia,
telah
menyebabkan kekacauan yang rumit
dalam Islam.
Pendapat
bahwa rakyat dan
kepala agama
mustahil berbuat
salah
mustahil berbuat salah, hal
itu menjadi
sebab
binasanya jiwa-jiwa berharga”.
d. Ancaman dari luar.
2.
Faktor
Eksternal
Disamping itu,
ada pula factor-faktor eksternal
yang menyebabkan
khalifah Abbasiyah
lemah dan akhirnya hancur. Pertama, perang salib yang berlangsung
beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. Kedua, serangan
tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orang-
orang
Kristen
Eropa
terpanggil untuk ikut
berperang setelah Paus Urbanus II
(1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat
perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun,
di antara
komunitas-komunitas
Kristen Timur, hanya
Armenia dan
Maronit Lebanon yang tertarik dengan dengan Perang Salib
dan melibatkan diri dalam
tentara Salib itu.[8]
Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang
anti-Islam
itu
dan diperkeras di
kantong-kantong ahl al-kitab.
Tentara Mongol, setelah menghancurleburkan pusat-
pusat Islam, ikut memperbaiki yerussalem. Berbagai faktor yang telah menyokong
tegaknya imperium Abbasiyah, yakni kalangan elite imperium dan bentuk-bentuk
kulturnya,
sekaligus juga
menyokong
kehancuran dan
transformasi imperium tersebut.
Bahkan kemerosotan Abbasiyah telah
berlangsung disaat
berlangsung
konsolidasi. Ketika
rezim ini sedang memperkuat militernya dan institusi
pemerintahan, dan sedang mendorong sebuah kemajuan ekonomi dan kultur, terjadi
beberapa
peristiwa
yang pada
akhirnya mengharubirukan nasib imperium Abbasiyah.
BAB III
HASIL ANALISIS
Pada masa Daulah Umaiyah dunia
mulai mengenal peradaban dan kebudayaan Islam. Dan pada
masa Daulah Abbasiyah mengalami kemajuan dan mencapai peradaban yang
gemilang dalam sejarah
Islam
dimana pada
masa ini dikenal berbagai
ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, baik ilmunya masing-masing.
Prestasi ini menaikkan derajat Islam dan membuktikan bahwa Islam memiliki para
ulama yang cerdik dan berkuasa di dunia pendidikan. Bahkan di antara mereka para ulama
tersebut ada yang sampai sekarang masih di gunakan karya-karya mereka sebagai pedoman
agar tidak keluar dari ajaran sesungguhnya.
Selain itu, pada masa Abbasiyah merupakan zaman keemasan yang pernah dialami oleh kaum muslimin dimana pada zaman ini mengalami perkembangan ilmu yang sangat pesat
diantaranya ilmu tafsir,
hadits,
fiqh,
filsafat, matematika,
geografi dan
lain sebaginnya.
Sedang
metode yang diguakan pada masa
Abbasiyah secara garis besar dibagi menjadi tiga metode yaitu metode lisan, menghafal, tulisan. Ketiga metode inilah yang digunakan dalam
pendidikan/pengajaran
pada masa
itu
untuk mentransfer
ilmu
dari
seorang guru terhadap muridnya.
Setelah itu, bani Abbasiyah mengalami kemunduran yang disebabkan konfil intern dan ekstern, diantaranya (a) konfik antar bangsa (b) kemerosotan ekonomi (c) konflik
keagamaan (d) ancaman dari luar.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kejayaan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah mencerminkan bahwa Islam adalah agama
yang luar
biasa.
Bahkan
Eropa
pun
seolah-olah
tidak berdaya
menghadapi kemajuan Islam terutama di bidang IPTEK. Walaupun pada akhirnya kejayaan Islam masa
Dinasti Abbasiyah telah berakhir dan hanya menjadi kenagngan manis belaka kita sebagai
generasi
penerus harus
senantiasa berusaha
untuk menjadi generasi yang
pantang
menyerah
apalagi di
zaman
serba modern ini kemajuan
IPTEK semakin sulit untuk
dibendung. Kemajuan IPTEK merupakan tantangan yang besar bagi kita. Apakah
kita sanggup atau tidak menghadapi tantangan ini tergantung pada kesiapan pribadi masing-
masing .
Oleh Sebab itu, penulis
merasa perlu
kiranya untuk menjadikannya sebagai
landasan dan kaca perbandingan demi kemajuan dunia Islam sekarang ini. Penulis merasa
dunia pendidikan Islam sekarang ini sangat merosot dan tidak mengalami perkembangan
yang sangat berarti.
DAFTAR PUSTAKA
Daulah Abbasiyah, http://pai-smpn21padang.blogspot.com/2008/07/daulah-abbasiyah_02. html, tgl. 16-4-2012
Nengsih, Ratna, Sejarah Peradaban Islam,http://amgy.wordpress.com/2008/02/11/sejarah- peradaban-islam-pada-zaman-dinasti-abbasiyah-di-bagdad/, tgl. 16-4-2012
/2008/03/perkembang an-pada-masa-bani-abbasiyah.html, 16-4-2012
Suwito dan Fauzan.
2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta : Prenada Media
[1]
Prof. Dr. Suwito, MA dan Fauzan MA, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta, Prenada Media, 2005, hlm., 11
[2]
Azwarti, Khalifah Bani Abbas (masa Kemajuan Islam), http://azwarti.wordpress.com/2008/01/15/khilafah- bani-abbas-masa-kemajuan-islam/, tgl. 16-4-2012
[4]
Daulah Abbasiyah, http://pai-smpn21padang.blogspot.com/2008/07/daulah-abbasiyah_02.html, tgl. 16-4-2012
[7] Supriyadi,
Perkembangan pada Masa Bani Abbasiyah, http://supriyadie.blogspot.com/2008/03/perkembang an-pada-masa-bani-abbasiyah.html, 15-4-2012
[8]
Ratna Nengsih, Sejarah Peradaban Islam, http://amgy.wordpress.com/2008/02/11/sejarah-peradaban- islam-pada-zaman-dinasti-abbasiyah-di-bagdad/, tgl. 16-4-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar