Rabu, 19 September 2012

PERKEMBANGAN KOMUNIKASI TOTAL DAN SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA

A. Sejarah Pekembangan Komtal Di Indonesia
Pendidikan lembaga pendidikan yang menangani anak tuna rungu (ATR) dirintis oleh seorang istri seorang dokter telinga hidung tenggorokan (THT), C.M.Roelfsma Wesselink, dibandung pada tahun 1933 dengan menggunakan pengajaran dengan Metode Oral. Kemudian pada tahun 1938 di Wonosobo didirikan lembaga pendidikan oleh Misi Katolik yang hanya menerima siswi –siswi tuna rungu yang terkenal pula dengan metode oralnya. Lalu pada tahun 1953 didirikan sekolah lain di kota yang sama oleh Misi Bruder Charitas yang khusus mendidik siswa putra.
Lalu bagaimana dengan komunikasi total?
Perintisan komunikasi total dimulai pada tahun 1978 oleh SLB-B Zinnia dan SLB-B Karya Mulya pada tahun 1980. melihat perkembangan berbagai versi perangkat isyarat dalam menerapkan komunikasi total di indonesia, Balitbang Dikbud, Dekdikbut pada tahun1993 menyusun kamus baku. Dan pada tahun yang sama Direktorat Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdikbud mengambil keputusan membakukan suatu Sistem Isyarat Nasional.
B. Proses Pengembangan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia
Langkah pertama dalam proses ini adalah pertemuan yang diprakarsai oleh Direktorat Pendidikan Dasar, Depdikbud, antara konsultan dengan masing-masing instansi yang telah menghasilkan kamus isyarat. Berdasarkan pertemuan dan analisa dokumen kemudian disusun rekomendasi guna memilih dan mengembangkan bahasa isyarat indonesia yang baku.
Terdapat beberapa kriteria yang menurut konsultan oleh peneliti internasional dipandang sebagai suatu hal yang perlu untuk membuat sistem isyarat yang tepat guna bagi pelajar tuna rungu, yaitu:
1) Kaidah-Kaidah Pengembangan Sistem Isyarat
Berdasarkan rekomendasi konsultan dan panduan yang tertuang dalam pedoman penyusunan isyarat bahasa indonesia, digunakan kaidah pengembangan sebagai berikut:
• Sistem isyarat harus secara akurat dan konsisten mewakili tata bahasa/ sintaksis bahasa indonesia yang paling banyak digunakan oleh masyarakat indonesia.
• Tiap isyarat dalam sistem yang disusun harus mewakili satu kata dasar yang berdiri sendiri atau tanpa imbuhan, tanpa menutup kemungkinan adanya beberapa perkecualian bagi dikembangkannya isyarat yang mewakili satu makna.
• Sistem isyarat yang disusun harus mencerminkan situasi sosial, budaya, dan ekologi bangsa indonesia.
• Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan dan kejiwaan siswa.
• Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan bahasa siswa, termasuk metodologi pengajaran.
• Sistem isyarat harus memperhatikan isyarat yang sudah ada dan banyak dipergunakan oleh kaum tuna rungu.
• Sistem isyarat harus mudah dipelajari dan digunakan oleh siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat.
• Isyarat dirancang harus memiliki kelayakan dalam wujud dan maknanya. Artinya wujud isyarat harus secara visual memilliki unsur pembeda makna yang jelas, tetapi sederhana dan indah/ menunjukkan sifat yang luwes (memiliki kemungkinan untuk dikembangkan), jelas dan mantap (tidak berubah-ubah artinya).
2) Kegiatan pengembangan
Dengan memperhatikan kaidah yang telah disusun, maka dilakukan kegiatan sebagai berikut:
• Penentuan daftar kosa kata untuk digunakan sebagai acuan guna untuk mengembangkan sistem isyarat. Dalam hal ini digunakan daftar kosa kata yang terdapat sebagai lampiran garis-garis besar program pengajaran (GBPP) bahasa indonesia sekolah dasar kurikulum 1994.
• Inventarisasi isyarat berdasarkan daftar kosa kata tersebut dari kamus –kamus yang telah disusun oleh berbagai instansi yang telah disebut sebelumnya.
• Pemilihan isyarat yang akan dibakukan.
• Menyusun dan memantapkan deskripsi setiap isyarat yang sudah dipilih serta ketepatan gambarnya dalam rapat kerja, kemudian dilanjutkan dan diselesaikan oleh suatu tim yang dinamakan panitia tujuh pembakuan sistem isyarat bahasa indonesia.
• Pada tanggal 11 januari 1994, diadakan seminar sistem isyarat bahasa indonesi tingkat nasional, yang dibuka oleh menteri pendidikan dan kebudayaan dan dihadiri konsultan Australia.
• Dalam rangka hari pendidikan nasional tanggal 2 mei 1994, Mendikbud meluncurkan kamus sistem isyarat bahasa indonesia edisi 1 sebagai perangkat isyarat resmi bagi SLB-B yang menerapkan komunikasi total.
• Pada waktu bersamaan, Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) mulai memperagakan isyarat pada penayangan berita. Tujuannya guna menggugah masyarkat umum bahwa ada golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai masalah komunikasi sehngga memerlukan pelayanan khusus.

C. Pengertian Sistem Isyarat Bahasa Indonesia
Sistem Isyarat Bahasa Indonesia yang dibakukan merupakan salah satu media yang membantu komunikasi sesama kaum tunarungu ataupun komunikasi kaum tunarungu di dalam masyarakat yang lebih luas. Wujudnya adalah tatanan yang sistematis bagi seperangkat isyarat jari, tangan, dan berbagai gerak untuk melambangkan kosa kata bahasa indonesia.
Isyarat yang dikembangkan di indonesia secara umum mengikuti tata/aturan isyarat sebagaimana telah dikemukakan mengenai aspek linguistik bahasa isyarat.
Pada bab pendahuluan kamus dikatakan bahwa suatu isyarat terdiri dari dua komponen yaitu Komponen Penentu atau Pembeda Makna dan Komponen Penunjang:
1) Penampil, tangan/bagian tangan yang digunakan untuk membentuk isyarat (handshape)
2) Posisi, kedudukan satu tangan atau kedua tangan terhadap pengisyarat waktu berisyarat (orientation)
3) Tempat, bagian badan yang menjadi tempat isyarat dibentuk (location)
4) Gerak, yang meliputi arah gerak penampil ketika syarat dibuat, dan frekuensi ialah jumlah gerak yang dilakukan pada waktu isyarat dibentuk (movement).
Komponen penunjang ialah mimik muka, gerak tubuh, kecepatan dan kelenturan dalam bergerak (aspek non-manual isyarat).
Mengenai lingkup isyarat dapat dibedakan antara:
1) Isyarat pokok, yaitu isyarat yang mewakili sebuah kata atau konsep.
2) Isyarat tambahan, yaitu isyarat yang mewakili awalan, akhiran, dan partikel.
3) Isyarat bentukan, yaitu isyarat yang dibentuk dengan menggabungkan isyarat pokok dengan isyarat tambahan atau penggabungan dua isyarat pokok atau lebih.
Selain isyarat dalam sistem ini tercakup pula sistem ejaan jari yang digunakan untuk mengisyaratkan:
• Nama diri
• Singkatan atau akronim
• Bilangan
• Kata yang belum memiliki isyarat
Selanjutnya dalam berkomunikasi dengan sistem ini tidak berbeda dengan cara komunikasi secara lisan, yaitu aturan yang berlaku pada bahasa lisan berlaku pula pada sistem isyarat ini. Hanya saja intonasi tentu dilambangkan berbeda yaitu dengan mimik muka, gerak bagian tubuh, kelenturan, dan kecepatan dalam berisyarat.



D. Pentahapan Penerapan Komunikasi Total
Sebagai tindak lanjut pembukuan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia dan diterbitkannya kamus isyarat edisi 1, Direktorat Pendidikan Dasar, Ditjen Pendidikan Dasar Dan Menengah telah menyelenggarakan berbagai kegiatan.
1) Penataran Sistem Isyarat
Sistem isyarat yang dibakukan wajib digunakan oleh semua SLB-B yang akan menerapkan komunikasi total. Sebagai konsekuensinya kepemilikan kamus isyarat belum merupakan jaminan akan dapat diterapkannya komunikasi total secara baik dan benar oleh para pendidiik di SLB-B. maka dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun sejak pencanangan, telah berkali-kali diadakan pelatihan/penataran.
Mata tataran bukan dibatasi pada sistem isyarat saja melainkan meliputi materi sebagai berikut:
• Komunikasi total, latar belakang, pengertian dan penerepan.
• Pengertian sistem isyarat bahasa indonesia sebagai komponrn manual komunikasi total.
• Metode maternal reflektif sebagai metode pengajaran bahasa mutakhir yang bertolak dari percakapan menuju pelajaran membaca dan menulis dan penguasaan tata bahasa.
• Bina wicara sebagai komponen oral komunikasi total.
• Bina persepsi bunyi dan irama (BPBI) sebagai komponen aural.
• Praktek komunikasi serempak dalam KBM komunikasi total.
• Praktek keterampilan berisyarat.
2) Perluasan Kosa Isyarat
Disamping kegiatan penataran, juga dilakukan pengembangan atau perluasan kosa isyarat dan penyempurnaan atas wujud kamus isyarat meliputi gambar maupun deskripsi isyarat. Adapun cara yang ditempuh guna untuk penambahan kosa isyarat adalah:
a) Membentuk tim/panitia
b) Menentukan daftar kosa kata yang akan digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan kosa isyarat.
c) Mengadakan inventarisasi isyarat berdasarkan daftar kosa kata, baik diantara kaum tuna rungu di berbagai wilayah di indonesia (isyarat lokal), maupun diantara siswa tunurungu yang telah menerapkan komunikasi total (disebut isyarat temuan).
d) Melaksanakan analisa dan kodifikasi isyarat.
e) Melaksanakan pemantapan isyarat.

Pengajaran Menulis Permulaan ATR dengan Penerapan Metode SAS (Struktral Analisis Sintaksis)


oleh
khofidlotur rofiah
mahasiswa 2007 PLB UNESA







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………..1
DAFTAR ISI……………………………………………………….2
BAB I……………………………………………………………….3
Pendahuluan…………………………………………...………..3
1. Latar Belakang……………………………………………3
2. Rumusan Masalah……………………………….………..3
BAB II………………………………………………………………4
Kajian Pustaka………………………………………………..…4
1. Pengertian menulis permulaan………………………………4
2. kesulitan belajar menulis……………………………………4
BAB III………………………………………………………………7
Pembahasan…………………………………………...…………7
1. Strategi Pengajaran Menulis Permulaan……………………..7
2. Metode Menulis…………………………………...…………9
BAB IV………………………………………..…………………….12
Penutup………………………………………………..…………….12
1. Kesimpulan…………………………………….……………12
2. Saran ………………………………….…………………….12
BAB V………………………………………………………………13
Acuan Perpustakaan…………………………………………………13






BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Menulis merupakan bagian dari alat komunikasi. Melalui tulisan kita dapat menyampaikan pesan, pemikiran atau gagasan-gagasan yang ingin kita sampaikan kepada orang lain sehingga orang lain mengerti apa yang kita maksud atau inginkan. Di dalam aktivitas menulis terjadi suatu proses yang rumit karena di dalamnya melibatkan berbagai modalitas, mencakup gerakan tangan, lengan, jari, mata, koordinasi, pengalaman belajar, dan kognisi, semua modalitas itu bekerja secara terintegrasi.
Oleh karena itu pelajaran menulis terasa begitu berat dan melelahkan. Tidak jarang anak yang baru belajar menulis menolak untuk menulis banyak-banyak atau bahkan ada juga anak yangh kesulitan dalam belajar menulis. yang akan menjadi subjek penelitian kita disini adalah siswa-siswa Tunarungu. Mereka adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal yaitu hal – hal yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa ATR meliputi kemampuan menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Oleh karena itu, sangat perlu diberikan metode pengajaran menulis yang efektif untuk membantu mengoptimalkan kemampuan ATR. salah satunya Yaitu adalah Penerapan Metode SAS (Struktral Analisis Sintaksis) melalui Program Microsoft Word untuk Pengajaran Menulis Permulaan ATR .

2. Rumusan Masalah
Dari berbagai persoalan diatas, dapat dirumuskan menjadi beberapa permasalah pokok yang harus diatasi, antara lain:
1. Apa itu metode SAS?
2. Bagaimana penerapannya pada ATR?
BAB II
Kajian Pustaka
1. Pengertian Menulis Permulaan
Terdapat banyak definisi tentang menulis. Lerner (1985:413) mengemukakan bahwa menulis adalah menuangkan ide ke dalam satu bentu visual. Soemarmo markam (1989: 7) menjelaskan bahwa menulis adalah mengungkapkan bahasa dalam bentuk simbol gambar. Menulis adalah suatu aktivitas kompleks, yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata secara terintegrasi. Menulis juga terkait dengan pembahasan bahasa dan kemampuan berbicara. Tarigan (1986 : 21) mendefinisikan menulis sebagai melukiskan lambang-lambang grafis dari bahasa yang difahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulis tersebut. Menurut poteet seperti dikutip oleh Hargrove dan Poteet (1984:239) menulis merupakan penggambaran visual tentang pikiran, perasaan dan ide dengan mengunakan simbol – simbol sistem bahsa penulisannya untuk keperluan komunikasi atau catatan.
Dari definisi tentang menulis yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa :
a. Menulis merupakan salah satu komponen sistem komunikasi.
b. Menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan, dan ide ke dalam bentuk lambang – lambang bahasa grafis.
c. Menulis dilakukan untuk keperluan mencatat dan komunikasi.

2. Kesulitan Belajar Menulis
Seperti telah dikemukakan, bahwa pelajaran menulis mencakup menulis dengan tangan atau menulis perulaan, mengeja, dan menulis ekspresif.

a. Menulis Dengan Tangan Atau Menulis Permulaan.
Menurut lerner (1985 :402) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis, antara lain :
a) Motorik
b) Perilaku
c) Persepsi
d) Memori
e) Kemampuan melaksanakan cross modal
f) Penggunaan tangan yang dominan
g) Kemampuan memahami insting.
Anak yang perkembangan motoriknya belum matang akan mengalami kesulitan dalam menulis : tulisannya tidak jelas, terputus-putus, tidak mengikuti garis. Anak yang hiperaktif atau anak yang perhatiannya mudah teralihkan, dapat menyebabkan pekerjaannya terhambat termasuk pekerjaan menulis. Anak yang terganggu persepsinya dapat menimbulkan kesulitan dalam menulis. Jika persepsi visualnya terganggu, anak mungkin akan kesulitan untuk membedakan bentuk – bentuk huruf.yang hampir sama seperti \d\ dan \b\, \p\ dengan \q\, \h\ dengan \n\ atau \m\ dengan \w\.. jika persepsi auditori yang terganggu, mungkin anak akan mengalami kesulitan untuk menulis kata-kata ynag diucapkan oleh guru. Gangguan memori juga dapat dijadikan sebagai penyebab terjadinya kesulitan belajar menulis karena anak tidak mampu mengingat apa yang akan ditulis. Jika gangguan menyangkut ngatan visual, maka anak akan sulit untuk mengingat huruf atau kata; dan jika gangguan tersebut menyangkut memori auditori anak akan mengalami kesulitan menulis kata-kata yang baru diucapkan oleh guru.
Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia. Disgrafia menunjukkan kepada ketidak ampuan mengingat cara membuat huruf atau simbol – simbol matematika. Kesulitan belajar menulis sering terkait dengan cara anak memegang pensil. Ada 4 macam cara anak memegang pensil yang dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa anak berkesulitan menulis, yaitu ; sudut pensil terlalu besar, sudut pensil terlalu kecil, menggenggam pensil dan menyangkutkan pensil ditangan atau menyeret.

b. Menulis Mengeja.
Mengeja adalah suatu bidang yang tidak memungkinkan adanya kratifitas atau berfikir defergen. Hanya ada satu pola susuan huruf – huruf untuk suatu kata yang dapat dianggap benar, tidak ada kompromi. Sekelompok huruf yang sama akan memiliki makna yang berbeda jika disusun secara berbeda. Kelompok huruf \b\, \i\, dan \u\ misalnya, dapat disusun menjadi ibu, ubi, bui dan iub; tiga susunan pertama mengandung makna yang berbeda sedang susunan terakir tidak mengandung makna oleh karena itu, mengeja pada hakekatnya memproduksi urutan hurut yang benar baik dalam bentuk ucapan atau tulisan dari suatu kata.

c. Menulis ekspresif
Menulis ekspresif adalah mengungkapkan pikiran dan atau perasaan kedalam suatu bentuk tulisan, sehingga dapat difahami oleh orang lain yang sebahasa. Menulis ekspresif disebut juga mengarang ata komposisi.
Kesulitan menulis ekspresif mungkin yang terlalu banyak yang dialami baik oleh anak maupun oole orang dewasa. Agar dapat menulis ekspresi seseorang harus terlebih dulu memiliki kemampuan berbahasa ujaran, membaca, mengeja, menulis dengan jelas, dan memahami berbagai aturan yang berlaku bagi suatu jenis penulisan.



BAB III
Pembahasan

3. Strategi Pengajaran Menulis Permulaan
 Aktivitas Kesiapan Menulis Permulaan
1. Membiasakan memegang alat tulis
a) Mewarnai dengan menggunakan kuas. Ukuran gagang kuas digradasikan mulai dari kuas yang bergagang besar sampai yang terkecil. Dalam proses mewanai ini menekankan pada pembiasaan bukan pada hasil mewarnainya.
b) Mencorat-coret dengan spidol besar.
c) Menggambar dengan kapur tulis
d) Mewarnai dengan pensil warna yang gagangnya berbentuk segitiga.
e) Bagi anak yang sulit untuk memegang alat tulis karena ada hambatan pada motorik jarinya maka dapat menggunakan alat bantu khusus, dimana alat tulis dapat terikat pada genggaman anak.
2. Finger painting. Dalam aktifitas ini dapat digunakan berbagai media dan warna, dapat menggunakan tepung kanji, adonan kue, pasir dan sebagainya. Aktifitas ini penting dilakukan sebab akan memberikan sensai pada jari sehingga dapat merasakan kontrol gerakan jarinya dan membentuk konsep gerak membuat huruf.
3. Menggunting. Latihan menggunting dapat mengembangkan kemampuan motorik halus jari tangan, koordinasi mata-tangan, keseimbangan, persepsi visual dan konsentrasi. Langkah pertama dalam latihan menggunting adalah anak diperkenalkan dengan cara kerja gunting. Sebagai awal gunakanlah gunting yang gagangnya ringan dan mudah dibuka-tutu. Awalnya anak boleh mengggunakan kedua tangannya untuk memegang gagang gunting. Kedua, ajarkan anak menggunting di antara dua garis lurus. Setelah mahir menggunting diantara dua garis lurus kemudian tingkatkan dengan garis zig-zag, melengkung dan melingkar. Ketiga, tahap mahir, yaitu anak menggunting bebas tetapi rapih. Perlu diperhatikan bagi anak yang mengalami hambatan motorik sehingga tidak bisa mengkoordinasikan tangannya untuk memegang kerta sambil menggunting maka ujung kertasnya diisolatif pada meja. Bagi yang sama sekali tidak dapat menggunakan gunting maka aktifitas merobek dapat menjadi pilihan.
4. Menulis di udara. Anak-anak diajak beraktifitas menulis atau menggambar sesuatu di udara dengan tanpa menggunakan media dan alat tulis. Anak mengacungkan telunjuknya kemudian mulailah gerakkan-gerakan menulis atau menggambar sesuatu di udara dengan telunjuk itu.
5. Melipat. Ajarkan anak melipat kertas mulai dari satu kali lipatan sampai pada lipatan yang rumit. Lebih menarik lagi jika melipat kertasnya membentu sesuatu.
6. Menempel. Aktifitas menempel dapat membantu sensasi perabaan dan koordinasi mata-tangan.
7. Menggambar / menulis di atas media bertekstur.
8. Membuka dan memasangkan mur / baut.


 Kesiapan Menulis Huruf
1. Menarik Garis. Anak diarahkan untuk melakukan aktifitas menarik garis lurus, lengkung, dan melinggkar. Pada awalnya arah tarikan garis tidak ditentukan, selanjutnya jika sudah terbiasa menarik garis tersebut, mulai diarahkan mulai menarik garis dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah.
2. Membuat bentuk-bentuk bangun datar, persegi, segitiga, dan lingkaran.
3. Menjiplak bentuk-bentuk huruf..
4. Menelusuri garis (tracing).
5. Menyambungkan titik untuk membentuk huruf.
6. Membuat huruf pada buku berpetak besar
7. Membuat huruf pada buku garis tiga

2. Metode Menulis
Metode Struktural Analisis Sintetik (SAS) adalah sebuah Metode yang diprogramkan pemerintah RI mulai tahun 1974. Regu yang dipimpin oleh Dr. A.S. Broto pada waktu itu telah menghasilkan Metode SAS. Menurut A.S. Broto khususnya disediakan untuk belajar membaca dan menulis permulaan di kelas permulaan SD. Lebih luas lagi Metode SAS dapat dipergunakan dalam berbagai bidang pengajaran. Dalam proses operasionalnya metode SAS mempunyai langkah-langkah berlandaskan operasional dengan urutan : Struktural menampilkan keseluruhan; Analitik melakukan proses penguraian; Sintetik melakukan penggabungan kembali kepada bentuk Struktural semula. Landasan linguistiknya bahwa itu ucapan bukan tulisan, unsur bahasa dalam metode ini ialah kalimat; bahwa bahasa Indonesia mempunyai struktur tersendiri.

Adapun Landasan pedagogiknya adalah :
 Mengembangkan potensi dan pengalaman anak,
 Membimbing anak menemukan jawab suatu masalah. Landasan psikologisnya : bahwa pengamatan pertama bersifat global (totalitas) dan bahwa anak usia sekolah memiliki sifat melit (ingin tahu).
Dalam pembelajaran menulispun, metode yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak atau siswa adalah metode struktural analisis sintetik (SAS). Menurut Supriadi dkk, (1992), alasan mengapa metode ini dipandang baik adalah:
 Metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum, bahawa bentuk bahasa yang terkecil ialah kalimat.
 Metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa ank.
 Metode menganut prinsip menemukan sendiri.
Dalam penerapan metode SAS, guru melakukan langkah – langkah sebagai berikut :
a. Guru menuliskan sebuah kalimat sederhana. Setelah kalimat itu dibaca, siswa menyalinnya.
b. Kalimat tersebut diuraikan secara terpisah – pisah kedalam kata- kata. Setelah dibaca, siswa menyalin kata-kata itu seperti yang dilakukan guru.
c. Kata-kata dari kalimat itu diuraikan lagi atas suku-sukunya. Setelah dibaca, siswa menyalin suku – suku itu seperti yang dilakukan oleh guru.
d. Suku-suku kata itu diuraikan lagi sesuai dengan huruf-hurufnya. Siswa menyalin seperti yang dilakukan oleh guru.
e. Setelah guru memberikan penjelasan lebih lanjut, huruf-huruf itu dirangkai lagi menjadi suku kata. Siswa melakukan seperti yang dilakukan oleh guru.
f. Setelah semua siswa selesai, guru merangkaikan suku – suku menjadi kat-kata, murid menyalin.
g. Kata tersebut merangkaikan lagi sehingga menjadi kalimat yang sempurna,. Siswa melakukan hal yang sama seperti guru.
Misalnya :
NAMA SAYA NANI

NAMA SAYA NANI

NA MA SA YA NA NI

N A M A S A Y A N A N I

NA MA SA YA NA NI

NAMA SAYA NANI









BAB IV
Penutup
1. Kesimpulan
Dari beberapa solusi yang telah kami tawarkan diatas guna bertujuan untuk pengajaran menulis permulaan untuk siswa tuna rungu guna mencoba membantu para pendidik mengatasi berbagai masalah yang timbul perihal mengajar menulis ATR.
Adapun penerapan metode SAS (Struktural Analisis Sintaksis) dalam pengajaran menulis permulaan Anak Tuna Rungu (ATR) tergantung tingkat kreatifitas guru pengajar SLB untuk memodifikasinya, dapat pula menggunakan program Microsoft Word untuk memudahkan guru mengajar, atau boleh menggunakan berbagai media untuk mempercepat target pengajaran.

2. Saran
Dengan ini penulis berharap agar solusi yang kami tawarkan menjadi pertimbangan untuk segera diterapkan dalam pembelajaran. Khususnya pengajaran menulis permulaan bagi siswa tuna rungu.
Kami sadar makalah ini banyak sekali kekurangan. Namun dengan ini kami juga senantiasa membuaka lebar berbagai saran dan kritik yang kami yakin akan sangat membangun. Yang nantinya pula, penulis berharap sedikit ilmu ini akan selalu menjadi manfaat. Amin






BAB V
Acuan Perpustakaan
Pateda, Mansoer. Linguistik Terapan, Yogyakarta (Kanisius: 1991), Cet. I, h. 142.

http://digilib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=ijptuncen-gdl-res-1994-festus-1138-membaca&q=Jakarta

http://untungsdrazat.blogspot.com/2007/08/metode-pengembangan-bahasa-anak.html

[1] ttp://digilib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=ijptuncen-gdl-res-1994-festus-1138-membaca&q=Jakarta

[2] http://untungsdrazat.blogspot.com/2007/08/metode-pengembangan-bahasa-anak.html

[3] Mansoer Pateda, Linguistik Terapan, Yogyakarta (Kanisius: 1991), Cet. I, h. 142.

[4] Mansoer Pateda, Linguistik Terapan, Yogyakarta (Kanisius: 1991), Cet. I, h. 142.

[5] Mansoer Pateda, Linguistik Terapan, Yogyakarta (Kanisius: 1991), Cet. I, h. 142.

[6] Mansoer Pateda, Linguistik Terapan, Yogyakarta (Kanisius: 1991), Cet. I, h. 143.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar